Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (35)

8 Desember 2014   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Aku tidak mengira ayahanda sampai hati berbuat seperti itu, kenapa ya ?” airmatanya mengalir, di usapnya, ada isak perlahan
“Padahal ibunda amat mencintai ayahanda, meskipun beliau putri raja tetapi amat menghormati ayahanda.” Dia seperti mengingat-ingat

“Aku waktu itu masih kecil Puteri, belum begitu mengerti. Tetapi aku ingat ibunda amat senang sekali jika ayahanda berkunjung ketempat kita.”

“Tempat kita ?, kalian tidak bertempat tinggal sama-sama waktu itu ?”

“Tidak, ayahanda punya ruangan tersendiri, dekat dengan tempat tinggalnya Gayatri disana.”
“Ternyata ayahanda lebih mencintai Gayatri daripada dengan ibunda.” Dia tertunduk, termenung

“Meskipun Gayatri berhubungan dengan paman Wiguna dan yang lain, ternyata ayahanda tetap mencintai Gayatri.”

“Sebaiknya engkau ganti baju dahulu Kuning, tidak gerah agar terasa nyaman dan santai.” Dia mengangguk dan mengambil baju ganti dan kekamar mandi.

Aku duduk seorang diri, memikirkan semua yang terjadi, rupanya Nyai Gandhes sudah mengerti semuanya.

Ada ketukan di pintu, kubukakan, Nyai Gandhes masuk membawa dua jamu minuman untuk kita berdua.
“Kuning masih ganti baju Nyai.” Nyai Gandhes mengangguk.

Kuning langsung memeluk Nyai Gandhes dan menangis “ Sudahlah, minum ini dahulu, tadi Putri juga sudah minum.” Di belai-belainya Kuning dan beliau menarik nafas panjang.

Keadaan sunyi sepi, hanya isakan tangis Kuning saja yang terdengar.
“Rupanya Nyai sudah mengerti bahwa ayahanda seperti itu ?” tanya Kuning, Nyai mengangguk

“Ibundamu itu terlalu baik, sehingga ayahandamu sembrono, seenaknya sendiri.”
“Negara ini mempunyai banyak aturan untuk mengatur semuanya, termasuk keluarga kerajaan. Tidak bisa seenaknya sendiri., dan berpikiran semaunya sendiri”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun