Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (35)

8 Desember 2014   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Turun kamu kalau bicara dengan orang tua “, dan kuda itu seperti terbanting kesamping dan jatuh dengan keras tanpa bisa bangun lagi.

Narendra ikut jatuh dan susah payah bangun, gerayapan, mencari kesana kemari, kemudian mencabut dua pedang dan menantang Nyai Gandhes.

“Perempuan tua jahanam, akulah raja Galuga, bukan kamu, bukan anak ingusan itu juga ! …aku raja Galuga yang sah !”

“Kamu mengerti perjanjian kita dahulu, waktu Setyawati masih ada ?” tanya Nyai

“Tidak ada perjanjian, Galuga harus di perintah oleh orang kuat seperti aku. Bukan anak manja seperti Biru, memilih calon isteri saja tidak becus. “

Aku lihat pangeran Biru dan putri Kuning seperti kebingungan mendengar ucapan seperti itu, mereka saling tengok seperti tidak percaya.

“Aku tantang kamu nenek tua, siapa yang pantas menjadi raja Galuga yang sebenarnya.” Dia berlari kencang kearah Nyai Gandhes, dan sebelum sampai, langkahnya terhenti.

Narendra seperti menabrak tembok yang tidak kelihatan, ...  dia bangkit sempoyongan dan Nyai Gandhes memutar tangannya dan mengarahkan pada Narendra dengan cepat. Gaya pukulan jarak jauh yang mumpuni.

Seperti di hantam oleh kekuatan raksasa, Narendra terpental, terpelanting di hempas dengan keras dan terbanting hebat., kemudian diam tergeletak.

Kelihatan tidak ada gerakan pada Narendra. Prajurit Kemayang bingung.

Aku lihat keluarga istana Kemayang resah, kemudian perlahan bergerak pulang kekapalnya.
Berkali-kali mereka melihat kearah kami, aku dan Kuning, terutama kedua putra Tirto Bawono.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun