Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (35)

8 Desember 2014   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14180061621362878732

[caption id="attachment_358412" align="aligncenter" width="446" caption="Sumber Gambar: sajakmusafir.blogspot.com"][/caption]

Bagian ke Tiga Puluh Lima : MENGGUNTING DALAM LIPATAN

Dipinggir pantai tampak pasukan Kemayang,  dan di laut ada 5 kapal perangnya..
Didepan pasukan Kemayang ada beberapa pasukan Galuga yang tersandera, dipakai sebagai tameng oleh pasukan Kemayang.

Tetapi baginda ayahanda tidak tampak karena konon di sekap di salah satu kapal perang Kemayang itu.

Segera pasukan Galuga langsung menyebar dan mengelilingi tempat tersebut dengan rapat dan berlapis.

Keluarga kerajaan memasuki tempat itu, ada Nyai Gandhes, pangeran Biru dan Putri Kuning. Dua panglima mendampingi mereka di kawal beberapa senapati dan para jawara Galuga. Nini Sedah tidak ikut.

Aku berkuda di samping Puteri Kuning di kawal oleh beberapa senapati.
Keadaan terasa tegang, aku lihat Nyai Gandhes turun dari kudanya, kedua panglima langsung turun mengawal beliau, di susul beberapa senapati, juga pangeran Biru.langsung bergabung

Beberapa kuda keluar dari kapal, tampak para  panglima Kemayang., juga Samudera Laksa, Sekar Palupi, Nini Rumping, di sertai jawara-jawara dari Kemayang. Tetapi Buyut Haruna tidak kelihatan.

Tirto Bawono di sertai dua putranya dan beberapa senapati mendatangi keluarga kerajaan Galuga. Ketika agak mendekat, langsung pasukan Galuga bergerak mengurung mereka.

Tapi di halangi oleh Nyai Gandhes.
Mereka turun dari kudanya, berjalan mendekati keluarga keraton Galuga.

“Kamu mengharapkan apa Tirto Bawono ?” tanya Nyai Gandhes lantang
“Kami telah menangkap raja Galuga. Dan saya minta bendungan Prapat serta lima desa di dekatnya sebagai tebusannya.” Kata Tirto Bawono.

“Raja Galuga ? aku ini Ratu Galuga dan ini pangeran Biru yang bakal menggantikan aku nantinya. Siapa yang kamu maksud Raja Galuga itu ?”
Tirto Bawono seperti kaget dan melihat kiri-kanan, seseorang berbisik didekat telinganya.

“Baginda Narendra yang kami tangkap.”

“Oh, dia bukan raja Galuga, hanya wakilku sementara di Galuga. Menunggu pangeran Biru siap untuk menggantikan aku.”

Tiba-tiba Nyai Gandhes berteriak, “N-a-r-e-n-d-r-a, … keluar kamu, jangan sembunyi .” semua kaget dengan teriakan Nyai Gandhes. Pangeran Biru dan putri Kuning terperangah dan heran dengan teriakan nyai, semua juga terkejut.

“Dengar, ... sejak dulu kamu pengecut, bertindaklah ksatria, … keluar kamu !” sepucuk anak panah melesat dan secepat itu pula sudah di tangan Nyai Gandhes, pasukan panah Galuga bergerak cepat tapi di hadang oleh Nyai dan panglima Rahasta serta Andaga.

Panah itu di perhatikan sebentar oleh Nyai, kemudian di lemparkan seperti kilat dan menancap di depan pintu sebuah kapal.

“Ayo keluar Narendra, aku bukan anak kecil yang gampang kau bohongi, … keluar kamu. Atau aku harus kesana untuk menyeretmu keluar ?”

Keadaan sunyi sejenak, terasa ada ketegangan yang merayap disetiap hati

Tiba-tiba pintu kapal itu terbuka dan Narendra keluar dengan berkuda.

Kuda itu dilarikan kencang mengarah ke Nyai Gandhes, pasukan panah Galuga cepat bersiap tapi di halangi oleh Nyai Gandhes.

Ditengah jalan, kuda itu seperti terpaku, berhenti dan tidak bisa bergerak.

“Turun kamu kalau bicara dengan orang tua “, dan kuda itu seperti terbanting kesamping dan jatuh dengan keras tanpa bisa bangun lagi.

Narendra ikut jatuh dan susah payah bangun, gerayapan, mencari kesana kemari, kemudian mencabut dua pedang dan menantang Nyai Gandhes.

“Perempuan tua jahanam, akulah raja Galuga, bukan kamu, bukan anak ingusan itu juga ! …aku raja Galuga yang sah !”

“Kamu mengerti perjanjian kita dahulu, waktu Setyawati masih ada ?” tanya Nyai

“Tidak ada perjanjian, Galuga harus di perintah oleh orang kuat seperti aku. Bukan anak manja seperti Biru, memilih calon isteri saja tidak becus. “

Aku lihat pangeran Biru dan putri Kuning seperti kebingungan mendengar ucapan seperti itu, mereka saling tengok seperti tidak percaya.

“Aku tantang kamu nenek tua, siapa yang pantas menjadi raja Galuga yang sebenarnya.” Dia berlari kencang kearah Nyai Gandhes, dan sebelum sampai, langkahnya terhenti.

Narendra seperti menabrak tembok yang tidak kelihatan, ...  dia bangkit sempoyongan dan Nyai Gandhes memutar tangannya dan mengarahkan pada Narendra dengan cepat. Gaya pukulan jarak jauh yang mumpuni.

Seperti di hantam oleh kekuatan raksasa, Narendra terpental, terpelanting di hempas dengan keras dan terbanting hebat., kemudian diam tergeletak.

Kelihatan tidak ada gerakan pada Narendra. Prajurit Kemayang bingung.

Aku lihat keluarga istana Kemayang resah, kemudian perlahan bergerak pulang kekapalnya.
Berkali-kali mereka melihat kearah kami, aku dan Kuning, terutama kedua putra Tirto Bawono.

Ada jeritan terdengar, dan terlihat Gayatri dengan kedua anaknya berlari kearah Narendra terhempas, menangis dan kemudian di bantu oleh pasukan Kemayang menggotong Narendra masuk kekapal.

Fihak Galuga hanya bisa memperhatikan, karena di cegah untuk bertindak oleh Nyai Gandhes. Jadi semua hanya melihat dan siap siaga saja.

Aku lihat Nyai Gandhes menghampiri kuda Narendra, di-tepuk-tepuknya dan kuda itu tiba-tiba bangkit, bergerak hidup lagi.
Dibelainya-belainya kepala kuda itu dan kemudian di serahkan pada salah seorang senapati.

“Jangan di serang, usir saja keluar dari tanah kita. Tetapi kalau mereka menyerang, boleh kalian balas.” Perintahnya pada pasukan Galuga.

“Kita kembali ke istana.” Dan beliau memacu kudanya dengan tenang

Aku lihat Pangeran Biru dan Putri Kuning masih memperhatikan kapal, dimana ayahanda baginda dan Gayatri berada.

Kuning aku lihat termangu-mangu, kudekati dan dia menangis memelukku.
Aku tidak bisa menggambarkan wajah pangeran Biru, tetapi ada suatu kekecewaan yang teramat pedih dan pahit  yang membayang.

Aku membawa Kuning dikudaku, aku khawatir dia terjatuh dalam perjalanan pulang ke istana jika berkuda sendiri

Didepan istana Nini Sedah sudah menjemput, kita membimbing putri Kuning dan di bawa masuk dalam kamarnya.
Aku lihat pangeran Biru di bimbing oleh paman Rahasta dan paman Andaga masuk istana.

Dikamar Putri Kuning duduk termenung, kuberi minum, kemudian dia minum dengan perlahan.
Air matanya berjatuhan, ia terus merenung berpikir, seolah bermimpi buruk, tidak percaya.

Nini Sedah bangkit dan “Aku mau membuat jamu untuk kalian.” Mata Nini memandangku, aku mengangguk.

“Aku tidak mengira ayahanda sampai hati berbuat seperti itu, kenapa ya ?” airmatanya mengalir, di usapnya, ada isak perlahan
“Padahal ibunda amat mencintai ayahanda, meskipun beliau putri raja tetapi amat menghormati ayahanda.” Dia seperti mengingat-ingat

“Aku waktu itu masih kecil Puteri, belum begitu mengerti. Tetapi aku ingat ibunda amat senang sekali jika ayahanda berkunjung ketempat kita.”

“Tempat kita ?, kalian tidak bertempat tinggal sama-sama waktu itu ?”

“Tidak, ayahanda punya ruangan tersendiri, dekat dengan tempat tinggalnya Gayatri disana.”
“Ternyata ayahanda lebih mencintai Gayatri daripada dengan ibunda.” Dia tertunduk, termenung

“Meskipun Gayatri berhubungan dengan paman Wiguna dan yang lain, ternyata ayahanda tetap mencintai Gayatri.”

“Sebaiknya engkau ganti baju dahulu Kuning, tidak gerah agar terasa nyaman dan santai.” Dia mengangguk dan mengambil baju ganti dan kekamar mandi.

Aku duduk seorang diri, memikirkan semua yang terjadi, rupanya Nyai Gandhes sudah mengerti semuanya.

Ada ketukan di pintu, kubukakan, Nyai Gandhes masuk membawa dua jamu minuman untuk kita berdua.
“Kuning masih ganti baju Nyai.” Nyai Gandhes mengangguk.

Kuning langsung memeluk Nyai Gandhes dan menangis “ Sudahlah, minum ini dahulu, tadi Putri juga sudah minum.” Di belai-belainya Kuning dan beliau menarik nafas panjang.

Keadaan sunyi sepi, hanya isakan tangis Kuning saja yang terdengar.
“Rupanya Nyai sudah mengerti bahwa ayahanda seperti itu ?” tanya Kuning, Nyai mengangguk

“Ibundamu itu terlalu baik, sehingga ayahandamu sembrono, seenaknya sendiri.”
“Negara ini mempunyai banyak aturan untuk mengatur semuanya, termasuk keluarga kerajaan. Tidak bisa seenaknya sendiri., dan berpikiran semaunya sendiri”

“Bukankah jika di suatu kerajaan, raja bisa bertindak semaunya Nyai ?” aku tanya

“Di Galuga tidak Puteri,  lagipula Nerendra bukan raja disini. Dan kita harus mematuhi semua aturan yang sudah di buat dan di sepakati bersama.”

“Kita waktu itu berjuang bersama dengan segenap rakyat untuk membangun Merbung, Galuga lama. Sehingga semua aturan untuk menatanya juga kita buat bersama dan atas kesepakatan bersama pula.”

“Bendungan Prapat juga di bangun bersama dengan rakyat. Tidak bisa kita memberikan begitu saja pada Kemayang, meskipun untuk tebusan keluarga istana.”

“Apakah Nyai mengerti semuanya karena diberitahu merpati dan Gagak Lodra ?”
Aku tanya, nyai Gandhes hanya tersenyum.

”Narendra itu pribadi yang gampang terpengaruh. Dan Gayatri pribadi yang pintar mempengaruhi seseorang. Dia pandai menggunakan daya tarik tubuhnya pada banyak pria.”kata Nyai Gandhes

Nini Sedah masuk diiringi beberapa ponggawa yang membawa aneka minuman dan jamu, ada juga beberapa panganan yang di bawa.

“Kemana pangeran Biru ? “ tanya Nyai Gandhes
“Dikamarnya ibunda permaisuri di temani oleh panglima Rahasta “

Tiba-tiba Kuning memandangku dan menarik tanganku
“Puteri, aku rasanya kangen dengan ibunda, kita boleh ya Nyai, ke kamarnya ibunda ?” Nyai Gandhes dan Nini Sedah mengangguk.
Kita berdua keluar dan berjalan kekamar ibunda ratu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun