Mohon tunggu...
Siti Swandari
Siti Swandari Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis lepas

terbuka, ingin bersahabat dengan siapapun dan dimana saja,with heartfelt wishes. gemini, universitair, suka baca, nulis , pemerhati masalah sosial dan ingin bumi ini tetap nyaman dan indah.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Darah Biru yang Terluka (35)

8 Desember 2014   16:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:47 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada jeritan terdengar, dan terlihat Gayatri dengan kedua anaknya berlari kearah Narendra terhempas, menangis dan kemudian di bantu oleh pasukan Kemayang menggotong Narendra masuk kekapal.

Fihak Galuga hanya bisa memperhatikan, karena di cegah untuk bertindak oleh Nyai Gandhes. Jadi semua hanya melihat dan siap siaga saja.

Aku lihat Nyai Gandhes menghampiri kuda Narendra, di-tepuk-tepuknya dan kuda itu tiba-tiba bangkit, bergerak hidup lagi.
Dibelainya-belainya kepala kuda itu dan kemudian di serahkan pada salah seorang senapati.

“Jangan di serang, usir saja keluar dari tanah kita. Tetapi kalau mereka menyerang, boleh kalian balas.” Perintahnya pada pasukan Galuga.

“Kita kembali ke istana.” Dan beliau memacu kudanya dengan tenang

Aku lihat Pangeran Biru dan Putri Kuning masih memperhatikan kapal, dimana ayahanda baginda dan Gayatri berada.

Kuning aku lihat termangu-mangu, kudekati dan dia menangis memelukku.
Aku tidak bisa menggambarkan wajah pangeran Biru, tetapi ada suatu kekecewaan yang teramat pedih dan pahit  yang membayang.

Aku membawa Kuning dikudaku, aku khawatir dia terjatuh dalam perjalanan pulang ke istana jika berkuda sendiri

Didepan istana Nini Sedah sudah menjemput, kita membimbing putri Kuning dan di bawa masuk dalam kamarnya.
Aku lihat pangeran Biru di bimbing oleh paman Rahasta dan paman Andaga masuk istana.

Dikamar Putri Kuning duduk termenung, kuberi minum, kemudian dia minum dengan perlahan.
Air matanya berjatuhan, ia terus merenung berpikir, seolah bermimpi buruk, tidak percaya.

Nini Sedah bangkit dan “Aku mau membuat jamu untuk kalian.” Mata Nini memandangku, aku mengangguk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun