Emosi memacu reaksi fisik. Ini dapat membantu pembaca untuk melihat perasaan tokoh; jantung berdebar, jemari membeku dan mati rasa, telapak tangan berkeringat, dan sebagainya.Â
Contohnya: mereka tertawa terbahak-bahak melihatnya dan dia berpaling dengan wajah yang seperti terbakar dan jemari yang sedingin es.Â
Hindari menulis seperti ini: dia berpaling, wajahnya memerah karena malu.
2. Gunakan pikiran atau dialog
Emosi dapat memacu respons mental maupun verbal. Seperti komentar "dasar berengsek" yang diucapkan dengan volume suara pelan dan cepat dapat menimbulkan emosi yang sama dengan mengerutkan kening, dan terasa lebih natural.
Misal:Â Dasar berengsek! "Permisi, tadi bilang apa?"
Bandingkan: Dia mengerutkan kening karena laki-laki itu sangat berengsek.
3. Gunakan subteks
Seringkali, apa yang tidak diucapkan oleh karakter malah lebih memperlihatkan apa yang terjadi. Saat keadaan mendesak yang berkontradiksi dengan apa yang sedang dipikirkan dan dirasakan bisa memperlihatkan berlapis-lapis emosi.
Subteks juga dapat menambahkan konflik dalam sebuah adegan dan membantu menaikkan ketegangan. Contoh: "tentu saja kau boleh tinggal," katanya sambil menyobek-nyobek tisu di tangannya menjadi potongan-potongan kecil.Â
Bandingkan: Dia tidak menjawab, walaupun dirinya tahu John ingin dia mengatakan iya.