Aku tertegun sejenak. Mencoba mencerna kalimat yang baru saja mendarat di telinga kanan dan kiri.
Mungkin raut wajahku saat itu terlihat konyol. Atau mungkin seperti orang bodoh.
Aku hanya bisa mematung sejenak. Merasakan seluruh organ dalan tubuhku yang tersentak. Semuanya terlalu mendadak. Tidak ada aba-aba. Tidak ada pertanda.
Kesedihan itu seketika pecah. Berusaha bangkit dengan sisa-sisa tenaga yang ada. Melarikan diri sembari wajah yang sudah dibanjiri tangis.
Mengunci pintu rapat-rapat. Bersandar pada pintu sambil memeluk kedua lutut.
Tak hentinya memberikan sentuhan pada kedua pipi. Mulai dari menampar dan mencubit. Sembari berkata, "Ini mimpi. Ini mimpi."
Namun ternyata semuanya bukanlah bunga tidur. Rasa ini terlalu nyata. Semuanya nampak menapak.
Kalimat terakhir itu bersahutan dalam pikiran. Aku mencoba menyusunnya. Mencari makna dari kalimat itu.
Jawabannya selalu sama. Sebuah keputusan di luar nalarku selama ini. Melebihi batasan zona merah yang pernah diikrarkan pada awal pertemuan.
"Semuanya sama saja," pikirku saat itu.