Tidak perlu merasa iri dengan membandingkan kebahagiaan orang lain yang terlihat di media sosial, karena mereka tidak menampakkan kesedihan yang dialami.Â
Teruslah berbuat baik. Perlakukan orang lain dengan baik sebagaimana kita ingin diperlukan baik juga. Menjaga diri menjadi orang yang positif, tidak menyakiti orang lain, dan selalu memberi dengan tulus.
***
Ketika pertama kali hadir di acara ini. Duduk dan berbincang sejenak dengan peserta lain dan berkenalan dengan nama-nama mentor di kelas SHC, kami diminta menulis dalam secarik kertas tentang kesedihan atau kekecewaan atau kemarahan apa yang sekarang sedang dirasakan.
Wah, pertanyaan yang sulit untuk saya. Sempat melirik dan tertawa sejenak dengan sahabat yang duduk bersebelahan, kami berdua bingung juga mau menuliskan apa. Sehubungan kami merasa sedang tidak punya masalah, selalu happy, dan baik-baik saja.
Saya pribadi, setelah berpikir sejenak, apa yang menjadi masalah, saya menuliskan secara jujur saja tentang diri pribadi. Bisa jadi, masalah yang saya rasakan justru karena ulah saya sendiri.
Sesi akhir kelas ini adalah melakukan praktik SEFT yang dipandu oleh bunda Eva Susanti, S.Si (Praktisi SEFT). Seluruh peserta duduk santai bersandar di tembok kelas, ruangan diredupkan, diiringi alunan musik yang lembut.
Kami juga dipandu melakukan untuk memulai dengan berdoa, berlanjut menyampaikan keluhan yang dirasakan, beri nilai dari 0 sampai dengan 10 untuk masalah yang membuat kita marah, benci, sakit hati, geram luar biasa dan perasaan negatif lainnya. Ungkapkan dan curahkan sebebas mungkin dalam bisikan.
Lalu dengan gerakan tertentu yang sudah diajarkan sebelumnya oleh beliau tentang SEFT, satu per satu peserta melepas rasa yang menghimpit dada. Ada yang diam-diam menangis, ada yang sesegukan tiada lagi menahan air mata yang tertumpah.
Bunda Eva dan mentor lain membantu meredakan emosi sedih itu dengan memeluk peserta. Mereka mencurahkan kesedihan level tertinggi hingga meredanya hal negatif menjadi positif.