Makan sekarang atau ntar aja ya? Sepuluh menit lagi mabar online sama temen nih.
Hal-hal seperti itu terkadang menjadikan remaja perlu menimbang-nimbang soal makanan.
Nah, kemampuan berpikir remaja untuk memecahkan masalah mulai terasa. Ia mulai bisa mencari solusi untuk masalah yang dihadapinya.
Kalau dulu semasa seoklah dasar, anak mengalami hal yang kurang nyaman di sekolah, ia bisa segera mengadu kepada orang tua atau guru. Namun setelah remaja SMA, hal tersebut jarang ia lakukan lagi, kita jarang mendengar pengaduan anak, karena ia berusaha mengatasinya sendiri.
Remaja kadang mengalami rasa malu apabila mengadukan permasalahannya kepada orang tua dan merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi. Ia merasa bahwa dirinya adalah remaja yang beranjak dewasa sehingga harus tegar dan memutuskan sendiri yang terbaik untuknya. Malah ia lebih nyaman mencurahkan isi hati kepada teman yang ia percaya.
Menurut penjelasan Ustadzah Yunia, struktur kognitif remaja memang mencapai pematangannya di usia ini tetapi belum diimbangi dengan pengalaman yang cukup, sehingga perlu pendampingan dari orang tua. Bahkan Guru BK (Bimbingan dan Konseling) juga memiliki peran aktif dan penting dalam membantu dan medampingi remaja untuk memecahkan masalah di lingkungan studinya.
Ketiga, perkembangan emosi.
Pada remaja usia 12-15 tahun, menurut penjelasan Ustadzah Yunia, mereka cenderung murubg dan tidak dapat diterka. Lebih banyak diam. Mengapa? Karena diamnya itu sebenarnya karena bingung.
Mau menangis, jangan nangis! Kayak anak kecil aja, kamu 'kan bukan bayi lagi!
Eh, kamu tuh anak laki-laki, gak boleh nangis!