Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Begini yang Remaja Alami di Masa Perkembangannya

30 September 2024   10:07 Diperbarui: 30 September 2024   10:56 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.dictio.id

Nah, kemampuan berpikir renaja untuk.memecahkan masalah mulai terasa. Ia mulai bisa mencari solusinuntuk masalah yang dihadapinya.

Kalau dulu semasa seoklah dasar, anak mengalami hal yang kurang nyaman di sekolah, ia bisa segera menhadu kepada orang tua atau guru. Namun setelah remaja SMA, hal tersebut jarang ia lakukan lagi, kita jarang mendengar pengaduan anak, karena ia nerusaha menhatasinya sendiri.

Remaja kadang mengalami rasa malu apabila mengadukan permasalahannya kepada orang tua dan merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi. Ia merasa bahwa dirinya adalah remaja yang beranjak dewasa sehingga harus tegar dan memutuskan sendiri yang terbaik untuknya. Malah ia lebih nyaman mencurahkan isi hati kepada teman yang ia percaya.

Menurut penjelasan Ustadzah Yunia, struktur kognitif remaja memang mencapai pematangannya di usia ini tetapi belum diimbangi dengan pengalaman yang cukup, sehingga perlu pemdampingan dari orang tua. Bahkan Guru BK (Bimbingan dan Konseling) juga memiliki peran aktif dan penting dalam membantu dan medamlingi remaja untuk memecahkan masalah di lingkungan studinya.

Ustadzah Yunia Sherlyna, S.Psi saat menyampaikan materi parenting (dok.pri. Siska Artati)
Ustadzah Yunia Sherlyna, S.Psi saat menyampaikan materi parenting (dok.pri. Siska Artati)

Ketiga, perkembangan emosi.

Pada remaja usia 12-15 tahun, menurut penjelasan Ustadzah Yunia, mereka cenderung murubg dan tidak dapat diterka. Lebih banyak diam. Mengapa? Karena diamnya itu sebenarnya karena bingung.

Mau menangis, jangan nangis! Kayak anak kecil aja, kamu 'kan bukan bayi lagi!

Eh, kamu tuh anak laki-laki, gak boleh nangis!

Mereka bingung, mau nangis saja sebagai ekspresi sedang sedih malah dilarang, lalu harus bagaimana? Padahal menangis adalah hal yang fitrah, normal, wajar bagi remaja laki-laki maupun perempuan. Karena menangis adalah bagian dari respon tubuh kita saat sedang sedih.

Bisa jadi remaja laki-laki menyembunyikan tangisan kesedihannya dalam salat atau ketika berdoa, atau mengurung sendiri di kamar. Ia malu disebut cengeng, karena adanya anggapan sebagian orang yang menganggap anak laki-laki tidak boleh menangis. Sebaiknya kita memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekpresikan perasaan sedihnya dengan cara yang wajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun