Mereka bingung, mau nangis saja sebagai ekspresi sedang sedih malah dilarang, lalu harus bagaimana? Padahal menangis adalah hal yang fitrah, normal, wajar bagi remaja laki-laki maupun perempuan. Karena menangis adalah bagian dari respons tubuh kita saat sedang sedih.
Bisa jadi remaja laki-laki menyembunyikan tangisan kesedihannya dalam salat atau ketika berdoa, atau mengurung sendiri di kamar. Ia malu disebut cengeng, karena adanya anggapan sebagian orang yang menganggap anak laki-laki tidak boleh menangis. Sebaiknya kita memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan perasaan sedihnya dengan cara yang wajar.
Pada masa perkembangan emosi ini, remaja di usia 12-15 mulai  suka mengamati orang tua dan gurunya secara obyektif. Mereka mengidolakan ayah atau ibunya, atau bahkan kedua orang tua. Juga pada satu-dua gurunya di sekolah. Ada sosok yang mereka jadikan panutan dan ingin seperti idolanya. Bahkan idolanya bisa berasal dari kalangan artis, tokoh ternama, dan lain-lain.
Atau bahkan pada temannya sendiri, tetapi ketertarikannya bukan karena cinta, melainkan rasa kagum dan suka karena kebaikannya, berprestasi atau hal-hal baik yang ada pada idolanya tersebut.
Sedangkan ciri perkembangan emosi pada remaja usia 15-18 tahun, di antaranya:
- 'Pemberontakan remaja merupakan ekspresi yang universal dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja merasa dirinya sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa harus diatur oleh orang tua lagi, sebagai bentuk kedewasaan di proses kehidupannya.
- Banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua, karena perbedaan zaman perlakukan anak dari masa ke masa yang tentulah tidak sama dalam cara mendidik seperti masa dahulu
- Sering kali melamun, memikirkan masa depan. Hal ini berkaitan dengan jenjang pendidikan tinggi yang akan ditempuh, pilihan jurusan dan kelak bekerja sebagai apa.
Keempat, perkembangan sosial.
Jangkauan pergaulan sosial bertambah luas seiring bertambahnya pertemanan dan kegiatan yang diikuti oleh remaja, baik melalui media sosial atau komunitas yang diikuti di lingkungan rumah maupun sekolah. Hal ini juga baik bagi perkembangan sosial remaja yang sedang berproses mencari jati dirinya.
Wawasan sosialnya juga bertambah seiring pergaulan bersama teman sebaya dan pengaruh pengetahuan pendidikan dan jejaring sosial lainnya.
Konformitas dengan teman sebaya mulai terjadi. Ia merasa cocok atau tidak dengan pergaulan teman-temannya, maka remaja akan memilih yang satu frekuensi dengannya. Ada juga remaja yang berteman karena ikut-ikutan saja, tergantung dari individunya masing-masing. Meski pada akhirnya, dirinya mengambil keputusan pertemanan seperti apa yang akan diikutinya.
Peran sosial sesuai dengan jenis kelamin semakin jelas. Remaja perempuan mulai mengenal bagaimana sikap dan perilaku dirinya sebagai wanita. Begitu juga sebaliknya pada remaja laki-laki. Â Komunitas yang dikuti remaja laki-laki yang suka berolahraga, nge-gym bareng, main futsal, itu juga merupakan contoh wadah mereka melakukan peran sosial sebagai laki-laki yang memperhatikan kesehatan dan penampilan prima.
Demikian materi parenting yang sempat saya rangkum dalam kegiatan TAUBAT bersama pemateri dan para orang tua siswa di SMAIT Granada Samarinda.