Mohon tunggu...
SISKA ARTATI
SISKA ARTATI Mohon Tunggu... Guru - Ibu rumah tangga, guru privat, dan penyuka buku

Bergabung sejak Oktober 2020. Antologi tahun 2023: 💗Gerimis Cinta Merdeka 💗Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Versi Buku Cetak 💗 Yang Terpilih Antologi tahun 2022: 💗Kisah Inspiratif Melawan Keterbatasan Tanpa Batas. 💗 Buku Biru 💗Pandemi vs Everybody 💗 Perubahan Itu Pasti, Kebajikan Harga Mati - Ebook Karya Antologi 2020-2021: 💗Kutemukan CintaMU 💗 Aku Akademia, Aku Belajar, Aku Cerita 💗150 Kompasianer Menulis Tjiptadinata Effendi 💗 Ruang Bernama Kenangan 💗 Biduk Asa Kayuh Cita 💗 55 Cerita Islami Terbaik Untuk Anak. 💗Syair Syiar Akademia. Penulis bisa ditemui di akun IG: @siskaartati

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Begini yang Remaja Alami di Masa Perkembangannya

30 September 2024   10:07 Diperbarui: 2 Oktober 2024   10:06 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://www.dictio.id

Sebagai orang tua yang memiliki anak usia remaja, saya merasakan adanya perubahan dan perkembangan putri saya, baik secara fisik maupun psikologis.

Ia semakin bertumbuh, tinggi badan telah melebihi saya, lebih suka berkumpul dengan teman sebaya, berusaha mencari solusi atas permasalahnnay sendiri. Namun ada kalanya ia tetap membutuhkan saya dan ayahnya dalam memberikan saran untuk pengambilan keputusannya.

Bersyukur putri saya melalui fase perkembangan dari anak-anak menuju remaja dengan baik dan dalam pengasuhan yang wajar, serta mengarah pada hal-hal religius, baik pengaruh dari keluarga, teman sebaya maupun lingkungan sekolah.

Namun sebagai orang tua, saya dan suami perlu mendapatkan panduan dari ahlinya untuk bisa mengerti dan memahami bagaimana memperlakukan anak remaja yang kini menapak menuju usia dewasa. Karena di mata orang tua, anak tetaplah anak, yang kadang tanpa kami sadari, memperlakukan layaknya anak-anak yang masih dalam buaian.

***

Pada akhir Agustus 2024, alhamdulillah Komite Sekolah mengadakan Taklim Orang Tua Hebat (Taubat) di Masjid sekolah anak kami, menghadirkan pembicara seorang Dosen Psikologi dari Universitas Tujuhbelas Agustus 1945 Samarinda, yaitu Ustadzah Yunia Sherlyna, S.Psi.

Beliau berbagi materi ilmu parenting berkaitan dengan perkembangan anak remaja di usia 12 - 18 tahun, utamanya materi yang nyambung dengan usia 'putih abu-abu' alias remaja Sekolah Menengah Atas, yang mana saat ini remaja kami sedang berada pada fase ini.

Anak-anak usia remaja memang usia pubertas yang mulai tertarik dengan lawan jenis. Bisa juga dibilang mengalami 'masa kritis' karena mereka menjalani masa-masa pengambilan keputusan yang tepat ketika menimbang sesuatu, agar tidak salah arah, tidak salah tujuan, tidak mengalami pergaulan buruk.

Di sinilah orang tua hadir dalam proses pengasuhan, membimbing dan mendampingi anak agar tidak salah jalan ketika menentukan pilihan.

***

Setiap anak remaja mengalami proses perkembangan dan perubahan pada dirinya dari masa anak-anak menuju remaja, sebagaimana pula yang dialami oleh anak-anak kita di bangku usia SMA.

Saya merangkum penjelasan Ustadzah Yunia, setidaknya ada 4 perkembangan yang dialami oleh remaja.

Pertama, perkembangan fisik.

Seperti adanya perubahan suara pada anak laki-laki, mereka juga mengalami 'mimpi basah', tumbuh kumis. Pada remaja perempuan, mereka mengalami menstruasi, membesarnya payudara, dan lain-lain.

Kedua, perkembangan kognitif.

Perkembangan kognitif atau cara berpikir pada remaja merupakan pengalaman yang berkembang, tidak hanya sekadar menurut saja apa kata orang tua, tetapi ia juga memiliki pendapat dan kemauan atas apa yang akan dilakukan sesuai dengan keputusannya.

Hal kecil saja, misalnya. Semasa usia kanak, saat ia makan, yang penting nurut dan manut perintah orangtua untuk segera makan, kenyang, sudah aman.

Tetapi remaja sekarang, mau makan saja pilih-pilih menu sesuai seleranya. 

Mau makan perlu nasi banyak atau sedikit, ya?

Bakal bikin gemuk atau tetap langsing?

Makan menu yang itu, bakal bikin wajah jerawatan atau glowy gak sih?

Makan sekarang atau ntar aja ya? Sepuluh menit lagi mabar online sama temen nih.

Hal-hal seperti itu terkadang menjadikan remaja perlu menimbang-nimbang soal makanan.

Nah, kemampuan berpikir remaja untuk memecahkan masalah mulai terasa. Ia mulai bisa mencari solusi untuk masalah yang dihadapinya.

Kalau dulu semasa seoklah dasar, anak mengalami hal yang kurang nyaman di sekolah, ia bisa segera mengadu kepada orang tua atau guru. Namun setelah remaja SMA, hal tersebut jarang ia lakukan lagi, kita jarang mendengar pengaduan anak, karena ia berusaha mengatasinya sendiri.

Remaja kadang mengalami rasa malu apabila mengadukan permasalahannya kepada orang tua dan merasa bahwa dirinya bukan anak-anak lagi. Ia merasa bahwa dirinya adalah remaja yang beranjak dewasa sehingga harus tegar dan memutuskan sendiri yang terbaik untuknya. Malah ia lebih nyaman mencurahkan isi hati kepada teman yang ia percaya.

Menurut penjelasan Ustadzah Yunia, struktur kognitif remaja memang mencapai pematangannya di usia ini tetapi belum diimbangi dengan pengalaman yang cukup, sehingga perlu pendampingan dari orang tua. Bahkan Guru BK (Bimbingan dan Konseling) juga memiliki peran aktif dan penting dalam membantu dan medampingi remaja untuk memecahkan masalah di lingkungan studinya.

Ustadzah Yunia Sherlyna, S.Psi saat menyampaikan materi parenting (dok.pri. Siska Artati)
Ustadzah Yunia Sherlyna, S.Psi saat menyampaikan materi parenting (dok.pri. Siska Artati)

Ketiga, perkembangan emosi.

Pada remaja usia 12-15 tahun, menurut penjelasan Ustadzah Yunia, mereka cenderung murubg dan tidak dapat diterka. Lebih banyak diam. Mengapa? Karena diamnya itu sebenarnya karena bingung.

Mau menangis, jangan nangis! Kayak anak kecil aja, kamu 'kan bukan bayi lagi!

Eh, kamu tuh anak laki-laki, gak boleh nangis!

Mereka bingung, mau nangis saja sebagai ekspresi sedang sedih malah dilarang, lalu harus bagaimana? Padahal menangis adalah hal yang fitrah, normal, wajar bagi remaja laki-laki maupun perempuan. Karena menangis adalah bagian dari respons tubuh kita saat sedang sedih.

Bisa jadi remaja laki-laki menyembunyikan tangisan kesedihannya dalam salat atau ketika berdoa, atau mengurung sendiri di kamar. Ia malu disebut cengeng, karena adanya anggapan sebagian orang yang menganggap anak laki-laki tidak boleh menangis. Sebaiknya kita memberikan kesempatan kepada anak untuk mengekspresikan perasaan sedihnya dengan cara yang wajar.

Pada masa perkembangan emosi ini, remaja di usia 12-15 mulai  suka mengamati orang tua dan gurunya secara obyektif. Mereka mengidolakan ayah atau ibunya, atau bahkan kedua orang tua. Juga pada satu-dua gurunya di sekolah. Ada sosok yang mereka jadikan panutan dan ingin seperti idolanya. Bahkan idolanya bisa berasal dari kalangan artis, tokoh ternama, dan lain-lain.

Atau bahkan pada temannya sendiri, tetapi ketertarikannya bukan karena cinta, melainkan rasa kagum dan suka karena kebaikannya, berprestasi atau hal-hal baik yang ada pada idolanya tersebut.

Sedangkan ciri perkembangan emosi pada remaja usia 15-18 tahun, di antaranya:

  • 'Pemberontakan remaja merupakan ekspresi yang universal dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja merasa dirinya sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa harus diatur oleh orang tua lagi, sebagai bentuk kedewasaan di proses kehidupannya.
  • Banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua, karena perbedaan zaman perlakukan anak dari masa ke masa yang tentulah tidak sama dalam cara mendidik seperti masa dahulu
  • Sering kali melamun, memikirkan masa depan. Hal ini berkaitan dengan jenjang pendidikan tinggi yang akan ditempuh, pilihan jurusan dan kelak bekerja sebagai apa.

Keempat, perkembangan sosial.

Jangkauan pergaulan sosial bertambah luas seiring bertambahnya pertemanan dan kegiatan yang diikuti oleh remaja, baik melalui media sosial atau komunitas yang diikuti di lingkungan rumah maupun sekolah. Hal ini juga baik bagi perkembangan sosial remaja yang sedang berproses mencari jati dirinya.

Wawasan sosialnya juga bertambah seiring pergaulan bersama teman sebaya dan pengaruh pengetahuan pendidikan dan jejaring sosial lainnya.

Konformitas dengan teman sebaya mulai terjadi. Ia merasa cocok atau tidak dengan pergaulan teman-temannya, maka remaja akan memilih yang satu frekuensi dengannya. Ada juga remaja yang berteman karena ikut-ikutan saja, tergantung dari individunya masing-masing. Meski pada akhirnya, dirinya mengambil keputusan pertemanan seperti apa yang akan diikutinya.

Peran sosial sesuai dengan jenis kelamin semakin jelas. Remaja perempuan mulai mengenal bagaimana sikap dan perilaku dirinya sebagai wanita. Begitu juga sebaliknya pada remaja laki-laki.  Komunitas yang dikuti remaja laki-laki yang suka berolahraga, nge-gym bareng, main futsal, itu juga merupakan contoh wadah mereka melakukan peran sosial sebagai laki-laki yang memperhatikan kesehatan dan penampilan prima.

Demikian materi parenting yang sempat saya rangkum dalam kegiatan TAUBAT bersama pemateri dan para orang tua siswa di SMAIT Granada Samarinda.

Semoga bermanfaat untuk kita, aamiin.

Salam sehat dan ingat bahagia.

***

Artikel ke-23 2024

#Tulisanke-573
#ArtikelParenting
#PerkembanganRemaja
#TaklimOrangtuaHebat
#SMAITGranada
#NulisdiKompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun