Lalu bagaimana dengan Mbak Hennie Triana Oberst, Kompasianer yang tinggal di Jerman?Â
"Ritual apa ya? nggak ada Mbak. Biasanya saya cuma nyediain minuman aja." Jawab beliau melalui percakapan perpesanan.
"Yakin minuman doang, nggak pake ngemil indomie kuah pedas, gitu?" Pancing saya.
"Nggak Mbak," sahut beliau dengan ikon emot nyengir. "Minuman bisa beda-beda, tergantung waktu. Kalau malam biasanya teh jahe madu. Kalau siang kopi, tapi cukup 1 cangkir."
Nah, unik kan, harus sedia minuman favorit agar 'teman menulis' setia mendampingi hingga akhir dan tulisan tayang.
Bun Naz dan Mbak Prajna Dewi punya jawaban yang berbeda. Kompasianer asal Blitar dan Jakarta ini punya kebiasaan tersendiri sebelum menulis.Â
Maklum, keduanya adalah seorang pendidik. Bunda Siti Nazarotin adalah Guru di tingkat sekolah dasar dan Mbak Prajna dulunya adalah seorang dosen dan kepala pendidik, meski sebentar lagi akan pensiun.
Saya membayangkan, kompasianer berdua itu pasti nggak cuma menulis di laman Kompasiana. Sebagai guru penggerak dan dosen aktif, mereka berdua pasti aktif dengan kegiatan tulis-menulis, nih.
"Biasanya kalau mau nulis, ketika terbersit ide, ya segera nulis. Nulis draft dulu, tidak harus segera tayang. Tapi kalau mood lagi bagus, juga bisa langsung tayang." Bun Naz memulai kisah 'ritual'nya.
"Kedua, ketika lihat sesuatu, misalnya pas belanja di pasar, pas ke warung, pas ada kegiatan masyarakat atau kegiatan sekolah, dan lain-lain. Ada niat mau dijadikan bahan tulisan, maka melakukan wawancara sambil ambil gambar.
"Kalau puisi, biasanya sering merupakan curahan hati saat itu. Lalu ditulis, tapi kekadang juga tayangnya tidak langsung, diendapkan dulu.