Disclaimer: Kisah ini terinspirasi dari penampakan seberkas asap yang menggantung di udara setinggi 2 m ketika penulis sedang memilih makanan di layar smartphone di ruang tamu. Rumah di lereng Gunung Halimun memang penuh misteri. Walaupun demikian, lereng di antara area Gunung Halimun-Salak jauh lebih seram O.O
Setelah penampakan asap tersebut, seisi rumah merasa luar biasa luaaapar dan inginnya makan satai ayam. Belum lagi nasi Padang :P Ampun deh, sampai over-budget selama sebulan ... Sepertinya, ini jin yang usianya sangat tua dan baru bangun. Ia takjub oleh kecanggihan order makanan online. Ternyata dunia kuliner itu indah. Saldo penulis pun jebol. Sejebol-sejebolnya. HUAAA ...
Setelah sebulan, akhirnya badai lapar selesai juga. Ternyata tetangga lapor, "Heran banget, Kak. Nggak biasanya begini. Aku rasanya lapar luar biasa. Kayak mau mati ... " Tetangga lainnya mengeluh, "Subuh begini sudah lapar berat. Kayak nggak makan sebulan." Oh la la ...
Ternyata jinnya pindah ke rumah tetangga. Horeee! Saldo penulis aman.
Tapi, jinnya hanya healing sebentar di rumah tetangga. Ibaratnya, cicip-cicip saja. Saat bumbu kacang Madura 1 kg yang diorder penulis sudah datang, tiba-tiba secuir asap tampak di dekat penulis yang sedang menjadi Cinderella dan mencuci baju. Penampakan asap tepat di samping kamar mandi. Hanya ada 10 detik. Menggantung di udara kayak status hubungan cinta. Kemudian, asap pun menghilang.
I AM COMING BACK ... O.O
Yah, sudahlah jin Kororo-chan datang lagi ... Pasrah ... Lapar lagi ...
Berikut cerpennya.
___________________
OY ... LAPAR. PESAN SATAI AYAM.
Dyah yang sedang wirid-an, terkesiap. Ia pun celingukan. Kali ini suara parau seorang pria dewasa terdengar tepat di depan telinga kanannya.
CEPAT. PESAN SATAI AYAM.
Â
Tanpa mempedulikan bisikan tersebut, Dyah kembali melantunkan ayat-ayat suci. Tapi, bisikan keras kepala tersebut sungguh mengganggu konsentrasinya.
SATAI. SATAI. SATAI. SATAI. SATAIIIIIII. LUAAAPAAAR.
Mau tak mau Dyah jadi membayangkan lezatnya menyantap satai ayam malam-malam. Cuping hidungnya kembang-kempis seolah-olah mencium aroma daging ayam berbalut saus kacang dan kecap, yang dibakar di atas bara. Otomatis, perutnya langsung mengguruh. Ia pun menghela napas dan bangkit dari sajadahnya.
"Evi, tolong orderkan satai ayam 30 tusuk dan lontongnya 3 buah," suruh Dyah.
Evi yang sedang menonton Youtube, menyeringai senang. "Tumben Mama ngidam makan satai ayam."
"Iya, nih. Mama lapar banget. Jangan lupa lontongnya dipotong-potong dan minta saus kacangnya yang banyak. Juga acar ketimun dan sambal."
Evi menganggukkan kepala. Perutnya pun terasa keroncongan. Efek membayangkan makan satai ayam.
Secercah asap menggantung di udara setinggi 2 m dari permukaan lantai. Evi celingukan memperhatikan jendela rumah dan atap. Apakah mungkin ada celah yang membuat asap masuk? Apakah mungkin ada seberkas sinar rembulan yang lolos masuk ke dalam rumah dan terdispersi seperti asap? Tak ada. Semua tertutup rapat.
***
"Lapar. Lapar berat ..." ujar Evi sembari mengelus perutnya yang serata tembok. Perutnya pun bergemuruh.
Dyah menggelengkan kepala. "Kau kan baru saja makan sepiring siomay. Masa sudah lapar lagi?"
"Aku ini sedang masa pertumbuhan. Ayolah, Ma. Order makanan online lagi. Aku ingin sekali makan ayam pecel," bujuk Evi. Gadis berusia 17 tahun itu pun memasang wajah memelas.
"Utang paylater sudah mencapai 1 juta Rupiah. Nanti nggak terbayar," ujar Dyah sembari mengernyitkan kening.
"Yah, Mama. Sekali ini saja. Rasa laparnya seperti mau mati," ujar Evi. Dengan dramatis, ia membeliakkan kedua matanya. Kemudian, membanting tubuh mungilnya ke atas sofa di ruang tamu.
Dyah pun tersenyum melihat kelakuan konyol anak gadisnya. Tapi, kepalanya pening jika teringat jumlah tagihan paylater yang membengkak bulan ini. Entah mengapa bulan ini Evi gembul sekali. "Sekali ini saja, ya? Setelah ini, kita harus berhemat."
"Yeay," seru Evi. Ia pun bangkit dan menari ala Lalisa yang kerasukan penari ular amatiran. Sebagai Blink, penggemar kelompok Blackpink, Evi selalu berusaha meniru koreografi tarian K-Idol tersebut. Bahkan, ia menarik tangan kanan Dyah untuk mengajaknya menari.
"Yang hampir tewas kelaparan ternyata masih memiliki energi yang tersisa," sindir Dyah. Tentu saja putrinya hanya menyeringai.
Ketika Evi memalingkan wajahnya, ia merasa heran. Ada secercah asap yang menggantung di udara. Sekitar 1,8-2 m di atas permukaan lantai. Ia pun mengucek-mengucekkan matanya. Ketika ia membuka mata, asap itu telah menghilang.
***
"Ma, untuk makan malam, kita order satai ayam, ya?" tanya Evi.
Dyah menggelengkan kepala dengan tegas. "Nggak bisa."
"Limit paylater-nya kan masih banyak. Lagipula kan bisa dicicil," bujuk Evi.
"Dicicil bagaimana. Ini sudah tanggal 13, tiba-tiba semua tagihannya merapat. Nggak bisa dicicil. Harus bayar sekaligus di akhir bulan," keluh Dyah.
"Yah, aku lapar banget. Bumbu kacang satai ayam enaknya luar biasa. Nggak terlupakan. Kayaknya, sebentar lagi aku pingsan," ujar Evi. Ia pun memasang ekspresi selesu ikan mas mati. Tapi, kedua matanya yang berbinar penuh akal, melirik ibunya.
Dyah tetap cuek. Ia malah menyodorkan toples berisi kue kacang yang harga satu bijinya seribu Rupiah. "Kau ingin kacang? Ngemil ini saja."
Sembari merengut, Evi pun mulai ngemil kue kacang tersebut. Ia pun kembali good mood. Lumayan juga rasanya.
"Untuk makan malam, Mama sudah masak tumis kangkung, tempe goreng, dan sambal kacang. Kalau lapar, kau makan malam saja duluan."
Evi menganggukkan kepala. Ia tak menjawab karena mulutnya penuh dengan kue kacang.
***
AKU TAK BOROS. MAKAN KUE KACANG JUGA CUKUP KALAU NGGAK BISA BELI SATAI AYAM. AKU IRIT. BUKAN AKU YANG INGIN MAKAN NASI PADANG. AKU CUMA SUKA BUMBU KACANG.
Â
Dyah hanya termenung. Bisikan suara ini lagi-lagi terjadi. Apakah ia menderita schizophrenia? Tapi, ia merasa dirinya normal! Hanya di rumah ini ia mendengar bisikan seperti itu. Maka, ia pun mengabaikan bisikan ganjil tersebut dan melanjutkan wirid-annya.
AKU IRIT. AKU SENANG TINGGAL DI SINI. JANGAN USIR AKU!
Â
Tiba-tiba perut Dyah keroncongan. Ah, tiap kali jin ini muncul. Pasti perutnya luapaaar.
***
Saat tengah malam, Dyah yang hendak ke kamar mandi, terkesiap. Sesosok bayi menyeringai di hadapannya. Wajah bayi tersebut penuh bercak merah seperti cacar. Kemudian, bayi seram tersebut menghilang. Ketika ia kembali ke kamar tidurnya, terdengar bisikan seperti biasanya.
AKU SUDAH BERJASA MENGUSIR MAKHLUK JAHAT DI DEKAT KAMAR MANDI. YUK BESOK BELI KUE KACANG LAGI.
Memang jin Kororo-chan yang suka kacang nggak ada lawannya! HIDUP KACANG!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H