Dyah yang sedang wirid-an, terkesiap. Ia pun celingukan. Kali ini suara parau seorang pria dewasa terdengar tepat di depan telinga kanannya.
CEPAT. PESAN SATAI AYAM.
Â
Tanpa mempedulikan bisikan tersebut, Dyah kembali melantunkan ayat-ayat suci. Tapi, bisikan keras kepala tersebut sungguh mengganggu konsentrasinya.
SATAI. SATAI. SATAI. SATAI. SATAIIIIIII. LUAAAPAAAR.
Mau tak mau Dyah jadi membayangkan lezatnya menyantap satai ayam malam-malam. Cuping hidungnya kembang-kempis seolah-olah mencium aroma daging ayam berbalut saus kacang dan kecap, yang dibakar di atas bara. Otomatis, perutnya langsung mengguruh. Ia pun menghela napas dan bangkit dari sajadahnya.
"Evi, tolong orderkan satai ayam 30 tusuk dan lontongnya 3 buah," suruh Dyah.
Evi yang sedang menonton Youtube, menyeringai senang. "Tumben Mama ngidam makan satai ayam."
"Iya, nih. Mama lapar banget. Jangan lupa lontongnya dipotong-potong dan minta saus kacangnya yang banyak. Juga acar ketimun dan sambal."
Evi menganggukkan kepala. Perutnya pun terasa keroncongan. Efek membayangkan makan satai ayam.
Secercah asap menggantung di udara setinggi 2 m dari permukaan lantai. Evi celingukan memperhatikan jendela rumah dan atap. Apakah mungkin ada celah yang membuat asap masuk? Apakah mungkin ada seberkas sinar rembulan yang lolos masuk ke dalam rumah dan terdispersi seperti asap? Tak ada. Semua tertutup rapat.