Roy terpana. Perempuan itu datang lagi. Ia mengenali perawakan tubuh yang tegap itu. Dengan perasaan senang bercampur waswas, ia melayang dan menghampiri Bu Lurah yang kembali datang untuk menyidak suaminya di kantor kelurahan.
      Begitu perempuan itu membalikkan tubuh. Roy terpana. Masa sih perempuan ini ialah mantan kekasihnya sebelum ia tewas? Tapi, bekas luka di pinggul kiri itu benar. Mungkin semasa hidupnya ia menyukai tipe perempuan yang lebih tua dan menor ala ondel-ondel.
      Setelah menetapkan hati, Roy pun menampakkan diri. Ia tak peduli menampakkan diri di siang bolong. Bahkan, di hadapan banyak orang, termasuk Pak Lurah. "Sayang, aku sangat mencintaimu. Aku sudah tak memiliki waktu lagi. Aku hanya ingin menyampaikan pesan terakhir. Walaupun aku kehilangan ingatan semasa hidupku dan penyebab tewasku, aku mengingat kaulah kekasih yang sangat kucintai. Aku hanya ingin meminta maaf jika memiliki kesalahan padamu semasa hidup. Selamat tinggal, Sayang."
      Bu Lurah hanya diam terpana. Tak salahkah ini? Ia tahu dirinya sangat cantik. Tapi, masa ia dicintai hantu kepala? Oh Mami Papi, pesona anakmu ini begitu hebat hingga menggetarkan hati hantu....
      "Maaf, Dik. Tapi, aku tak mengenal Adik. Bagaimana mungkin kita sepasang kekasih?" Dalih Bu Lurah.
      Pak Lurah mendeham. "Mami, mengaku sajalah. Kau menuduhku affair dengan Nafisa. Tapi, kau sendiri yang affair dengan seorang pemuda. Bahkan, hantunya pun masih menyatakan cinta padamu. Betapa romantisnya..."
      Bu Lurah menatap suaminya dengan pandangan gusar. "Papi Lurah ini tega banget menuduh Mami. Jika Papi Lurah suka selingkuh, bukan berarti Mami bisa selingkuh."
      Roy bersikeras, "Aku melihat bekas luka di pinggul kiri Mami. Itu tanda yang kuingat benar sebelum aku tewas mengenaskan. Mami pasti kekasihku. Jangan mengelak! Tak ada gunanya membohongi hantu."
      "Ah...pusing kepala Mami. Kapan Mami selingkuh?" Tukas Bu Lurah sembari memegang pelipisnya.
      "Yah, mana Papi tahu," jawab Pa Lurah sinis hingga Bu Lurah memelototinya.
      Dengan nada monoton, Rozy berkata, "Mungkin Bu Nafisa bisa menjelaskan mengapa ada hantu kepala yang suka mengintip perempuan-perempuan di toilet."