Dengan penuh amarah, Bu Lurah membuka jendela dan menimpuk bagian belakang kepala yang bersembunyi di balik pohon rambutan tersebut dengan gayung. PLETAK.
Terdengar suara teriakan parau. Kemudian, bunyi sesuatu yang jatuh dengan keras. BRAK!
Bu Lurah menggeram senang. Ia pun berkata pada dirinya sendiri, "Rasakan! Beraninya mengintipku yang sedang kebelet sakit perut akibat makan rujak mangga muda. HAH! Siapa kau? Meremehkan diriku yang mantan jawara pemain voli tingkat kelurahan. Aku harus mengadukan masalah pengintipan ini pada Papi Lurah. Harga diriku sudah tercemar." Ia pun segera membuka pintu toilet itu sekuat tenaga gajah hingga engselnya hampir copot.
"PAPI LURAH!!!! MAMI MALU, PI! MAMI MALU! HUEEE!"
Pak Lurah alias Papi Lurah yang sekurus lidi, hampir terjungkal dari kursi kerjanya ketika sang istri dengan kecepatan meteor, berderap menghampiri dan menabrak dirinya. Tanpa rasa jengah, di hadapan anak buahnya, sang istri yang bertubuh super montok, meremuknya dengan pelukan seketat ular piton yang belum makan sebulan. "Aduh, Mami Sayang. Mengapa kemari tak bilang dulu? Papi lagi rapat nih! Malu dilihat anak buah seperti ini. Kita kan sudah berumur."
"Memangnya tak boleh?" Tanya Bu Lurah dengan nada suara segarang singa betina terluka. Ia menengadah dan menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Terpicu dengan larangan suaminya, Bu Lurah malah memperketat pelukannya. "HUEEE, PAPI LURAH JAHAT. NGGAK MAU DIPELUK. MEMANG KURANG APA CINTA MAMI PADA PAPI LURAH?"
"Bukan begitu, Mi... Tapi, Papi nggak... nggak bi ... bisa na...na..."
"NAFISA. LAGI-LAGI NAFISA. PAPI LURAH NGGAK PEDULI LAGI SAMA MAMI. PASTI GARA-GARA PAPI LURAH KEPINCUT NAFISA, SI JANDA KEMBANG GENIT ITU? MAMI TAHU NAFISA SELALU CURI-CURI KESEMPATAN UNTUK MENYINGKIRKAN MAMI...ALASAN SAJA LEMBUR, PADAHAL KALIAN SEDANG PACARAN."
"Na...na...na..." Rona wajah Pak Lurah berubah seungu terung busuk.
"HUEEE! NAFISA JELEK. JUTEK. BAU KETEK. MAMI TAHU PAPI LURAH TERGILA-GILA CEWEK BAHENOL ITU. SEMALAM SAJA PAPI MENGIGAUKAN NAMANYA 5 KALI," jerit Bu Lurah. Tanpa sadar ia kembali menaikkan level cengkeraman pelukannya.
Kedua mata Pak Lurah terbeliak ke atas. Ia merasa kesadarannya semakin lama semakin menghilang. Haruskah ia mati dengan romantis alias konyol di pelukan istrinya yang sekuat bison? Ia sungguh menyesal. Seharusnya, dulu ia menolak perjodohan dengan Ida yang sekarang menjadi istrinya ini. Ida memang kaya raya dan penuh kasih sayang, tapi ia sekekar Hulk. Ia tipe perempuan terlarang untuk dirinya yang kering kerontang. Pelukannya bisa meremukkan tulang dinosaurus! Memang pria bertubuh kecil seperti dirinya, mudah terpikat dengan perempuan yang bertubuh tinggi besar. Belum lagi cemburuannya minta ampun!