Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

Penulis Cerpen "Astaga! KKN di Desa Legok" dalam buku KKN Creator (2024).

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Jurnal Hantu, Bab 30 - Curiga

26 September 2024   08:35 Diperbarui: 26 September 2024   08:40 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: pixabay.com.

"Mengapa kau tak menjawab pertanyaanku? Sekali lagi aku bertanya padamu. Apa kau mengenali pembunuhku?" Tanya Irma.

      "Aku heran. Bukankah kau memiliki kemampuan mistis? Tak bisakah kau mencari pembunuhmu sendiri?" Elak Ranko. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. Tapi, usahanya sia-sia.

      Irma mengerutkan kening. "Aku hanya ingin kau menyelidiki pemilik Jurnal Hantu. Sepertinya, kau mengetahui pemilik Jurnal Hantu. Jika kau mengenalnya, tolong beritahu aku."

"Tidak. Aku tidak tahu", jawab Ranko. Ia menggelengkan kepalanya dengan tegas. Matanya tidak mengedip sekali pun ketika ditatap Irma penuh kecurigaan.

Irma mendehem. "Tak seperti isu yang kudengar. Ada gadis indigo yang berteman akrab dengan seorang anak muda pemburu hantu yang memiliki Jurnal Hantu."

"Apa maksudmu?" Tanya Ranko dengan raut wajah sedingin es Kutub Utara. Hantu perempuan ini diberi hati, minta jantung. Ranko paling tak suka jika disindir.

        "Aku tak menyangka para hantu suka bergosip."

"Kau kan gadis indigo itu?"

"Bukan. Aku tak mengenal pemburu hantu mana pun. Aku sibuk sekolah. Tak ada waktu luang untuk mengurus hantu apa pun."

"Benarkah?" Bisik Irma. Rambut Irma sekarang dipenuhi ratusan ular seperti Medusa. "Akan kupaksa kau mengakui kebohonganmu."

"Aku tak suka hantu pemarah dan pengancam. Pergi dari hadapanku!"

"Jangan melindungi orang yang bersalah! Ingatlah itu! Jika kau mempercayaiku, berikan Jurnal Hantu itu padaku. Kau tak ingin ada korban lain, bukan?"

        "PERGI!" Teriak Ranko. Ia melempar bantal ke arah Irma.

         "Kau akan menyesal! Camkan itu!"

***

Ranko terkesiap. Ia merogoh lemari pakaian dan menemukan bungkusan kain katun di sudut lemari. Tangannya gemetar ketika membuka bungkusan tersebut. Ia hampir tak mempercayai matanya. Ada sebilah pisau, beberapa wig rambut asli perempuan, dan beberapa lembar foto perempuan. Jantung Ranko berdetak kencang. Bukankah ini foto-foto korban pembunuhan berantai? Dan ada beberapa foto perempuan yang tak ia kenali

TAP TAP TAP

TAP TAP TAP

Terdengar suara langkah kaki yang menaiki tangga. Secepat mungkin Ranko merapikan bungkusan tersebut dan memasukkannya kembali ke dalam lemari pakaian.

"Ranko, kaukah itu?" Tanyaku.

"Ya, aku sedang membaca buku komik di kamarmu. Teh Ira yang mempersilakanku masuk," sahut Ranko. Di pangkuannya tampak sebuah komik One Piece No. 5.

"Kau bisa membaca dalam keadaan terbalik?" Tanyaku sembari tertawa.

Ranko tersipu malu. Ia segera membenarkan posisi komik tersebut.

"Melamunkanku, ya?"

Tanpa menghiraukan godaanku, Ranko bertanya, "Ray, mengapa berdandan seperti itu?"

Aku menyeringai dan berputar bak peragawan. Kusibakkan jubah hitamku. Mataku berbinar-binar. "Aku dan Tama akan mengikuti pesta topeng. Tadi aku baru mengambil kostum ini dari pusat penyewaan. Tebak siapa aku?"

"Dracula?"

Aku menggelengkan kepala sembari mengacungkan tongkat sihir dengan angkuh. "Harry Potter." Kemudian, kuketuk dahi Ranko dengan ujung tongkat sihirku. "Berubahlah kau jadi kelinci."

"Konyol," ujar Ranko sembari mendengus.

Ketika aku membuka lemari, ekspresi wajah Ranko tampak terkejut. "Mengapa ekspresimu seperti melihat setan?"

"Tak apa-apa. Aku hanya terkejut karena melihat cicak dekat lemarimu."

Aku mengangkat bahu. Ranko tampak risau entah karena apa. Mungkin ia sedang PMS. Aku mengeluarkan topeng hitam dari laci lemari dan memakainya.

        "Ray, kau memiliki topeng hitam ini sejak kapan?"

"Aku lupa. Mungkin sudah beberapa tahun."

"Desain topengnya unik. Aku belum pernah lihat topeng yang buatannya sehalus ini."

"Ini custom. Irma, sahabatku zaman SMU, yang mendesainnya."

"Ir...irma?"

"Ya, Irma. Mengapa wajahmu pucat pasi?

"Tak apa. Mungkin karena aku belum makan malam."

"Ikut saja denganku dan Tama. Banyak makanan enak di pesta topeng. Kita akan memburu hantu perempuan. Pak Burhan, pemilik Gedung Aoi, merasa sangat terganggu dengan hantu yang sering mengganggu pengunjung. Kau tahu kan Gedung Aoi? Letaknya dekat dengan tempat les Bahasa Inggris-mu."

Ranko bergeming. Kenangan pertemuan dengan Irma di gang menyeramkan langsung terbayang lagi di benaknya. Ia mengerutkan kening. Apakah Ray bisa membunuh orang? Rasanya mustahil. Tapi bagaimana dengan barang-barang yang tadi Ranko temukan?

"Ayo cepat kita berangkat! Pakailah topeng ini!" Seruku sembari melemparkan topeng cantik berbulu hijau ke pangkuan Ranko yang malah merenung. Aku mengerutkan kening. Tak biasanya Ranko banyak melamun seperti ini.

Tama, si kucing hantu melayang di udara. Kedua kaki depannya menyentuh kedua tangan Ranko dan mengajaknya berdansa, "Ranko, kita akan bersenang-senang."

Dengan centil, sepasang mata kelabu Tama di balik topeng perak mengepak-ngepak. Euforia kegembiraan menular dengan cepat. Akhirnya, senyum Ranko pun mengembang bak kuncup mawar yang mekar.

   Sepasang mata memperhatikan dari balik jendela. Dengan puas, Tuyul Hitam memperhatikan ekspresi Ranko yang resah. Akhirnya, ia bisa mengawasi rumah Ray tanpa gangguan makhluk bermata hijau sebesar bola tenis. Makhluk mengerikan itu pergi entah ke mana. Hanya Tama, si kucing hantu, yang menjaga Ray. Tuyul Hitam sabar mengamati.

         Tama tertegun. Ia menatap curiga keluar jendela. Tapi Tuyul Hitam telah lenyap.

***

Dentum lagu Senorita -- Shawn Mendes&Camilla Cabello mengalun merdu. Aku menggeleng-gelengkan kepala melihat pie salmon yang melayang di pojok ruangan yang temaram. Untung, tak ada yang memperhatikan kejadian ganjil itu. Kadang-kadang tingkah Tama persis anak kucing, bukan hantu kucing.

Aku mereguk minuman berwarna hijau neon dengan puas. Rasanya sesuai seleraku, agak asam dan segar. Kulirik Ranko yang terus mencuri pandang ke wajahku untuk kesekian kalinya. "Kau suka dengan wajahku yang tampan?" Godaku hanya untuk melihat semburat merah yang tampak di kedua pipi Ranko.

"Apaan sih!" Seru Ranko. Ia tampak salah tingkah hingga membuatku ingin menggodanya lebih lanjut.

"Kau terus melihatku hingga wajahku serasa bolong."

Ranko mencibir. "Jangan besar kepala! Aku hanya berpikir bagaimana awal mulanya kau bisa menjadi pemburu hantu."

Aku mengangkat alis. "Tak biasanya kau tertarik?"

"Memangnya tak boleh?"

"Bukannya tak boleh. Aku heran saja."

"Aku ingin mengetahui bagaimana kau bisa memiliki Jurnal Hantu?" Tanya Ranko dengan bibir agak gemetar.

Wajah Ranko yang cantik tampak berwarna pelangi ditimpa lampu sorot. Pesta topeng ini memang sangat meriah. Peserta pesta berpenampilan unik dengan cosplay berbagai karakter tokoh film atau pun cerita. Baru saja aku melihat karakter Mary Antoinette, Ratu Prancis yang dihukum penggal dengan guillotine. Aku merinding melihat gadis itu menenteng tiruan kepala sang ratu Prancis. Sungguh totalitas!

"Ray, jawab pertanyaanku!" Desak Ranko. Ia tampak resah.

"Aku memiliki Jurnal Hantu secara turun temurun. Kakek Fandi mewariskannya untukku."

"Apakah tak ada orang lain yang memiliki buku serupa?"

"Sepengetahuanku tidak. Menurut Kakek, Jurnal Hantu itu hanya ada satu."

"Berarti usia Jurnal Hantu itu sudah tua? Tepatnya berapa usianya?"

Aku mengerutkan kening. "Aku tak tahu sudah berapa generasi keluargaku yang menggunakan Jurnal Hantu."

"Bolehkah aku meminjamnya?"

"Boleh saja."

Ranko membuka lembaran Jurnal Hantu yang kusodorkan. "Kok bukunya kosong? Tak ada gambar atau tulisan apa pun? Bukannya hantu yang kau tangkap terperangkap di buku ini? Belum lagi hantu-hantu lainnya yang ditangkap keluargamu?"

"Memang hanya sang pemilik yang bisa melihat hantu-hantu yang sudah ditangkap."

"Apa kau melakukan ritual sebelum menggunakan Jurnal Hantu?"

"Tentu saja."

Ranko tampak terpana. "Ritual seperti apa?"

"Hanya membaca mantera pengusir hantu. Kau kan sudah beberapa kali melihatku melakukan hal tersebut?" Tanyaku heran. "Berhentilah membicarakan masalah pekerjaan. Mari kita menari!" Ajakku sembari menyambar pergelangan tangan kanan Ranko. Irama lagu Dance to This membuat suasana semakin romantis. Kemudian, dilanjutkan Fallin' All in You.

Aku merasa ada pandangan menusuk yang memperhatikanku dan Ranko. Tapi mungkin itu hanya pikiranku saja. Ranko yang imut tentu menarik perhatian. Gaunnya mengembang indah ketika ia berputar. Untuk sesaat, ia oleng. Aku langsung menangkap pinggangnya tepat saat lagu berhenti.

Tama, hantu kucingku yang setia berbisik, "Aku merasa ada bau hantu di sini. Berhati-hatilah!"

***

Apa yang akan terjadi saat pesta topeng?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun