"Mengapa kau tak menjawab pertanyaanku? Sekali lagi aku bertanya padamu. Apa kau mengenali pembunuhku?" Tanya Irma.
   "Aku heran. Bukankah kau memiliki kemampuan mistis? Tak bisakah kau mencari pembunuhmu sendiri?" Elak Ranko. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. Tapi, usahanya sia-sia.
   Irma mengerutkan kening. "Aku hanya ingin kau menyelidiki pemilik Jurnal Hantu. Sepertinya, kau mengetahui pemilik Jurnal Hantu. Jika kau mengenalnya, tolong beritahu aku."
"Tidak. Aku tidak tahu", jawab Ranko. Ia menggelengkan kepalanya dengan tegas. Matanya tidak mengedip sekali pun ketika ditatap Irma penuh kecurigaan.
Irma mendehem. "Tak seperti isu yang kudengar. Ada gadis indigo yang berteman akrab dengan seorang anak muda pemburu hantu yang memiliki Jurnal Hantu."
"Apa maksudmu?" Tanya Ranko dengan raut wajah sedingin es Kutub Utara. Hantu perempuan ini diberi hati, minta jantung. Ranko paling tak suka jika disindir.
    "Aku tak menyangka para hantu suka bergosip."
"Kau kan gadis indigo itu?"
"Bukan. Aku tak mengenal pemburu hantu mana pun. Aku sibuk sekolah. Tak ada waktu luang untuk mengurus hantu apa pun."
"Benarkah?" Bisik Irma. Rambut Irma sekarang dipenuhi ratusan ular seperti Medusa. "Akan kupaksa kau mengakui kebohonganmu."