"Ah, aku melupakannya. Dugaanmu tepat. Ada bilik kecil penyimpanan tepat di belakang dinding keran," sahut Pak Doni. Ia menunjukkan layar handphonenya. "Agak aneh. Hanya ada selembar foto gadis cantik, segulungan rambut panjang, dan kain putih kumal bertuliskan aksara Jawa kuno. Aku tak mengerti artinya. Polisi mengizinkan aku memfoto barang-barang tersebut. Siapa tahu ada di antara kita ada yang mengenalnya."
Aku, Ranko, dan Tama langsung berebutan melihatnya.
"Itu kan si kunti merah. Aku sangat mengingat lekuk wajah dan bibirnya," kata Ranko.
"Benar," sahutku.
"Tak diragukan lagi," timpal Tama. Suara Tama tentu saja hanya terdengar olehku dan Ranko.
"Aduh, kasus ini tambah seram saja. Bagaimana kita mengatakannya pada polisi bahwa gadis di foto ini ialah kunti merah yang merasuki Linda dan membunuh Almarhum," kata Pak Doni dengan gugup. "Polisi tak akan mempercayai perkataan kita."
"Tapi ini kemajuan. Kita tinggal menunggu identitas gadis itu dan misteri ini akan mulai terkuak," sahutku.
"Bagaimana dengan Linda? Apa polisi sudah menemukan titik terang?"
Pak Doni menggeleng-gelengkan kepalanya yang agak pitak. "Buntu. Tak ada yang mengetahui keberadaan Linda. Semoga Allah Swt melindungi gadis itu."
Seminggu setelah penemuan potongan jenazah Pak Faiz, Linda ditemukan sedang mengais sampah di dekat Kedai Oishi. Penampilannya acak-acakan. Gaun merahnya penuh dengan robekan dan kotor karena ia hidup menggelandang berhari-hari.
***