"Selain itu, wajahnya terlampau tua untuk menjadi tuyul. Tidak innocent," lanjutku serius.
    Tama malah nyengir mendengar analisisku. "Ray, Ray, kau ini memang masih begitu belia."
 "Jangan meremehkanku," sergahku sembari mendengus.
      "Kau melupakan clue-nya. DUKUN."
    Aku terperanjat. "Pak Romi tidak memiliki tampang dukun. Ia begitu rapi."
    "Kau ini aneh. Memangnya kau pikir dukun itu harus berambut gimbal? Berbaju hitam? Juga memakai kalung dan gelang tengkorak?"
      "Yeah. Tepat sekali gambaranmu. Tambahkan juga aroma kemenyan," sahutku sembari menjentikkan jari.
     Tama menghela napas. "Dasar polos. Mari segera keluar rumah ini."
   "Bayaran kita bagaimana? Setidaknya, kita sudah menangkap seekor tuyul."
   "Sudah begini kau masih juga memikirkan honor? Lupakan saja," tegas Tama. "Nanti kau blokir no handphone Pak Romi. Kita tak perlu berurusan dengan dukun ilmu hitam. Aku tak mengerti apa maunya dia berpura-pura sebagai korban Tuyul Hitam. Bahkan, ia mengorbankan salah satu tuyulnya yang kemampuan mistisnya masih rendah."
      "Mungkin saja hanya untuk menghentikan gosip tetangga yang sudah melihat tuyul?"