"Jadi, kau mau ke mana?"
"Aku ada janji dengan Ridho."
"Umi tak suka kau bergaul akrab dengannya."
Siti memeluk ibunya dengan penuh kasih sayang. "Umi, jangan terlampau banyak pikiran! Nanti darah tinggi Umi kumat. Aku dan Ridho hanya teman biasa."
"Teman biasa, tapi hampir tiap hari pergi bersama."
"Namanya juga teman sekolah."
"Ibu tak setuju kau berhubungan dengan Ridho. Mengapa kau tak bergaul dengan Amir, anak Ustaz Ibrahim? Ia religius dan baik hati. Wajahnya pun sangat tampan."
Siti mendengus. "Ia membosankan. Persis burung hantu. Selalu saja menjaga tutur katanya!"
"Siti Khaerani! Anak gadis tak boleh bermulut tajam. Nanti kau berat jodoh," ujar Bu Nacih sembari mengusap lembut rambut panjang anak gadis kesayangannya.
"Habis Umi yang mulai duluan. Aku juga tak suka dipanggil Siti. Lebih baik Rani yang jauh lebih modern," rajuk Siti.
"Nama Siti itu bagus. Almarhum bapakmu sendiri yang memilihkannya," ucap Bu Nacih sesabar kura-kura.