"Ah, kita pasti mimpi kambing. Bunyi benturan kepala kambing dengan pintu kandang semakin keras. Tuh, dinding kamar tidur kita pun ditabraknya..."
Arin menyeringai. "Atau, Indra, sang pangeran tampan yang secerewet kambing. Siapa tahu pulang KKN dari sini, kau dilamar olehnya."
"ANAK KURANG AJAR! Kau terus menggodaku, ya?" Ujar Nisa sembari mencubit Arin yang terpingkal.
***
"Arin, apa yang kau pegang itu?" Tanya Rudi. Ia sungguh heran dengan rekan KKN-nya yang bengong di depan rumah sebelah. Di tangannya tergenggam bungkusan yang merupakan daun pisang. Sepengetahuan Rudi, Arin tidak meneliti daun pisang. "Kok pegang daun pisang? Memangnya kau meneliti daun pisang? Kau kan jurusan Ekonomi Pertanian."
Arin menggelengkan kepala. Ekspresi wajahnya persis maling yang tertangkap basah.
"Oh, kau baru saja masak buras, ya? Bagilah aku! Kebetulan perutku lapar berat."
Arin kembali menggelengkan kepala. Kali ini pipinya semerah apel.
"Jangan pelit sama teman!"
Tiba-tiba Indra menghampiri Rudi dengan langkah berjingkat ala spy. "Ckckck, kau tak peka sama sekali. Jangan kau ganggu Arin! Ia sedang bingung membuang pup-nya yang dibalut daun pisang!"
Rudi terperangah. Dengan gaya centil dan imut ala bintang KPOP, tangannya membentuk tanda cinta. "Masa! Benarkah itu? Apakah aku mengganggu aktivitas tersembunyimu?"
"Kalian berdua abnormal! Siapa bilang ini pup?" Sergah Arin murka. Pipinya bertambah merah hingga seperti demam.