Mohon tunggu...
sisca wiryawan
sisca wiryawan Mohon Tunggu... Freelancer - A freelancer

just ordinary person

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Jinnie Panci

25 Mei 2024   20:46 Diperbarui: 26 Juni 2024   01:38 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Vino menendang tumpukan panci tua sekuat tenaga. Ia begitu kesal akan nasib sial yang tiba-tiba merundungnya. Ayah Vino ditahan karena korupsi pajak sehingga seluruh aset seperti rumah, mobil, dan tabungan disita. Ibu Vino, sang sosialita, kabur ke luar negeri dengan kekasih barunya, tanpa mempedulikan nasib putra semata wayangnya yang baru saja menginjak umur sweet seventeen. Tidak ada satu pun keluarga besar Vino yang peduli akan nasib Vino, kecuali Paman Malik, adik bungsu ibu Vino yang membujang hingga berumur 45 tahun. Paman Malik memang kaya raya, tapi karakternya sangat sulit dan pemurung.

Paman Malik bersedia menampung Vino di rumahnya yang besar, tapi Vino harus membantu bisnis baru Paman Malik selama liburan sekolah. Ide bisnis Paman Malik tampak cemerlang karena mendukung konsep ramah lingkungan, yaitu recycle panci. Panci? Ya, benar. Panci yang sudah tua, bocor, dan terkelupas harus disulap hingga cantik kembali. Dan di workshop panci inilah Vino terkurung. Apa yang Paman Malik harapkan dari anak tunggal manja seperti Vino yang biasa hidup bergelimang kemewahan? Seumur hidup Vino tak pernah mematri panci bocor atau pun menyikat pantat panci yang hitam berjelaga. Vino sudah berusaha menolak ide konyol menjadi peri panci, tapi kerutan sinis bibir Paman Malik membuat lidah Vino kelu. Penampilan Paman Malik yang berjas abu-abu dengan dasi biru tua sungguh berbanding terbalik dengan Vino yang menggunakan baju kerja overall dan celemek putih besar. Vino sungguh merasa dirinya sekecil partikel nano jika berhadapan dengan pamannya ini. Ia baru merasa lega ketika pamannya sudah berangkat kerja ke kantornya untuk mengurus bisnis real estate.

Vino terpekur menatap ratusan panci yang berserakan memenuhi segala sudut workshop. Ia menyikat panci tersebut satu per satu hingga tengah hari. Tapi, masih banyak panci yang menuntut perhatiannya. 

GEDOMBRANG!!!

Tiba-tiba salah satu panci jatuh dari tumpukan. Panci antik dari kaleng yang berwarna abu-abu tersebut terlihat kusam dan menyedihkan. Dengan penuh semangat, ia menyikat pantat panci tersebut. Setengah jam kemudian, ia menyerah. Dengan frustrasi, ia membanting panci yang tetap penuh jelaga tersebut.

Tiba-tiba ada asap hitam yang bersumber dari pantat panci antik tersebut. Semakin lama asap hitam tersebut membumbung semakin besar.

Vino jatuh terjengkang ketika bayangan tersebut semakin nyata. JINNIE. Jin perempuan yang berwajah jelita tersebut menyeringai.

"Anak muda, galak benar kau. Masa kau berani melemparku, si Jinnie?" Tanya Jinnie dengan suara menggelegar. Wajah Jinnie begitu dekat dengan hidung mancung Vino.

"Maafkan aku, Mbak Jinnie. Aku tak tahu ada Mbak Jinnie di dalam panci jelek itu," jawab Vino panik.

"Panci jelek?" Dengus Jinnie dengan mata mendelik penuh ancaman.

"Maksudku, pa...panci antik yang langka," gagap Vino.

"Tuan Majikan, jangan panggil aku Mbak karena umurku baru 1.700 tahun. Usia jin tersebut setara dengan 17 tahun usia manusia. Aku tidak suka merasa tua."

"Baiklah, Jinnie," sahut Vino pasrah.

"Tuan Majikan memiliki kesempatan 3 permintaan. Kapan lagi Tuan seberuntung ini? Aku ini lulusan Akademi Jin Masteria yang sakti. Sekarang sebutkan permintaan Tuan Majikan yang pertama," kata Jinnie sembari mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.

"Tolong perbaiki dan percantik seluruh panci di workshop ini. Aku lelah sekali. Sedangkan sore ini Paman Malik akan memeriksa hasil kerjaku."

"Itu masalah mudah, Tuanku."Jinnie menjentikkan jarinya dengan penuh percaya diri.

Vino terbelalak senang. Seluruh tumpukan panci tua dan jelek tersebut berubah menjadi panci cantik dengan berbagai warna yang cemerlang.

Sembari menguap, Jinnie berkata, "Tuan Majikan, aku sangat mengantuk karena sudah lama aku tak menggunakan energi sihirku. Jika Tuan Majikan membutuhkanku, gosok saja pantat panci antik tempat tinggalku sembari memanggil namaku."

***

"Wah, aku tak menyangka hasil kerjamu bagus juga," puji Paman Malik sembari memeriksa salah satu panci biru muda hasil sihir Jinnie. Panci tersebut tampak baru kemilau, tanpa bekas patri.

"Vino kan keponakan Paman," jawab Vino bangga.

Paman Malik mengelus rambut Vino dengan gerakan kaku seolah Vino itu seekor landak berduri, "Anak muda memang harus penuh semangat. Saat seusiamu, Paman juga harus bersusah payah naik sepeda untuk mengantarkan pesanan putih telur ke toko-toko kue. Sekarang Paman akan memberimu uang bonus."

Vino tersenyum senang. Ia menyelipkan tiga lembar uang seratus ribu rupiah dengan hati-hati ke dalam dompet kulit hitam Versace kesayangannya.

***

"Vin, jam 7 malam ini aku akan menjemputmu di rumah pamanmu. Kita double date di Mall Cisadane. Aku kencan dengan Nila, sedangkan kau dengan gebetanmu, si Tari," ajak Pasha dalam sambungan telepon WhatsApp.

"Ah, aku malas. Seharian aku mendengarkan ceramah pamanku mengenai pangsa pasar bisnis recycle panci. Otakku sudah sebeku Antartika."

"Hey, Antartika saja mencair akibat pemanasan global, apalagi otakmu? Kau kan sahabatku, temani aku sekali ini saja. Nila tak mau pergi denganku jika tak ada Tari. Tapi, masa kami kencan bertiga?" Tanya Pasha penuh bujuk rayu.

"Okay," jawab Vino.

***

Untuk kesekian kalinya, Vino mengerling pada gadis bergaun seksi yang duduk di sebelah mejanya. Penampilan gadis itu luar biasa memukau dengan wajah berbentuk hati dan mata sebulat kacang almond. Kakinya yang panjang dan jenjang menandakan keturunan Eropa.

Aku harus mendapatkan gadis itu. Vino tersenyum manis pada gadis tersebut dan dibalas dengan tatapan seribu jarum. Melihat drama picisan tersebut, Tari mendengus kesal. Tari merasa dipandang sebelah mata oleh Vino. Sudah bagus Tari mau menjadi teman kencan Vino yang sekarang jatuh miskin. Tapi, apa yang didapat Tari sekarang ini?  Mata Vino sibuk jelalatan pada gadis yang berpenampilan seperti super model.

Tari berpura-pura membaca pesan di layar handphonenya. Lalu ia berdalih, "Maaf, ada panggilan darurat dari Ibu. Aku harus segera pulang."

Pasha dan Nira berusaha membujuk Tari agar tinggal lebih lama seolah-olah mereka mengetahui bahwa Tari telah berbohong. Tapi, Tari sudah tidak tahan lagi melihat sinar mata Vino yang biasanya tertuju pada dirinya, beralih memuja gadis cantik bergaun biru. Bahkan, Vino tidak peduli pada Tari yang pulang cepat. Padahal Tari tidak mencintai Vino, tapi ia merasa kesal melihat Vino yang mabuk kepayang. Pria memang tidak bisa dipercaya. Belum jadi pacar saja sudah berani bermain mata dengan perempuan lain, apalagi jika sudah menikah?

"Maaf, aku hendak ke toilet dulu," kata Vino sembari meraih tas ranselnya. Kemudian, ia berjalan dengan tergesa-gesa.

"Sikap temanmu, Si Vino, aneh sekali. Sudah mencampakkan sahabatku, ia malah membawa ransel ke toilet. Ia hendak merakit bom?" Tanya Nila dengan sinis.

Pasha mengangkat bahu. Kemudian, ia asyik menyedot es Frappuchino-nya yang tinggal setengah gelas.

***

Vino menggosok pantat panci antik yang baru saja dikeluarkan dari ranselnya. Tapi, Jinnie tak kunjung muncul.

"JINNIE, AKU MEMERLUKANMU. KELUARLAH, JINNIE," perintah Vino sembari mengguncang-guncangkan panci antik tersebut.

Akhirnya, Jinnie muncul dengan raut wajah kesal. Ia bertanya dengan suaranya yang serak mendesah, "Ada apa Tuan Majikan? Jinnie sedang tidur. Tuan Majikan tak pernah membayangkan betapa capainya Jinnie setelah melaksanakan tugas pertama dari Tuan Majikan. Sudah lama Jinnie tak mengeluarkan energi sihir." Kemudian, Jinnie menggeleng-gelengkan kepalanya dengan centil ibarat burung tekukur.

Vino menghela napas melihat kelakuan anak buahnya. Ia memerintah dengan tegas, "Jinnie, apakah kau bisa membuat perempuan cantik super jutek yang duduk di sebelah mejaku untuk jatuh cinta padaku? Ia benar-benar tipe idamanku."

Jinnie menjentikkan jarinya yang dipenuhi cincin batu mulia. "Itu soal kecil, Tuan Majikan. Percayakan saja pada Jinnie, master-nya cinta. Jinnie akan membuat gadis itu tergila-gila pada Tuan Majikan. HAHAHAHA." Perut langsing Jinnie terguncang-guncang karena tawanya yang keras. "Sekarang Tuan Majikan berbincanglah dengan gadis itu. Jinnie hendak tidur lagi." Sembari menguap, Jinnie hilang dengan bunyi PLOP yang keras.

***

Jinnie memang makhluk halus pembawa keberuntungan. Vino tak pernah merasakan kebahagiaan cinta seperti yang dirasakannya sekarang ini. A-D-E-L-I-A. Berulangkali Vino mengeja huruf demi huruf yang terukir indah di hatinya. Adelia, gadis cantik super jutek yang sekarang sudah menjadi kekasih Vino.

Setiap hari Vino mereguk madu cinta dengan untaian kata puitis dalam rangkaian panjang WhatsApp. Jika Adelia yang berprofesi sebagai model majalah gadis tersebut  sedang luang, ia akan datang menemani Vino bekerja di workshop panci. Sebaliknya, jika Vino sedang luang, Adelia akan meminta Vino untuk menemani dirinya dalam sesi pemotretan. Akhir pekan tentu pasangan yang sedang dimabuk cinta tersebut berwisata kuliner atau nonton film di bioskop.

Puncaknya, hari ini. Jantung Vino berdegup kencang. Adelia meminta Vino untuk menginap di rumahnya yang kosong karena orangtua Adelia sedang pergi dinas ke luar kota. Vino yang perjaka tingting bingung tak keruan. Apakah ia akan menyambar kesempatan emas ini dan mengklaim Adelia sebagai miliknya seorang ataukah ia akan berperan sebagai malaikat suci yang menjauhi kenikmatan duniawi? EVE. Adelia ialah Eve, si penggoda.

"Vin, aku mandi dulu ya. Kau bersantai saja dulu di sofa itu." Dengan kerlingan menggoda, Adelia meninggalkan Vino yang tiba-tiba merasa demam akibat nafsu.

Adelia mandi begitu lama hingga Vino merasa jenuh menunggu. Tiba-tiba sebuah buku kecil bersampul hijau menarik perhatiannya. Ternyata passport. Vino penasaran Adelia sudah menyinggahi negara apa saja.

Di halaman depan passport tersebut tampak sebuah foto pemuda tampan yang sedang tersenyum manis. Wajahnya sangat mirip dengan Adelia. Namanya Ade Lukman. Tanggal lahirnya pun sama dengan tanggal lahir Adelia. Vino tak berpikir bahwa pemuda tampan itu kakak kembar Adelia karena Adelia pernah bercerita bahwa dirinya ialah anak tunggal. Mungkin saja ini sepupu Adelia. Kemudian, Vino menyandarkan dirinya ke sofa. Pelupuk matanya semakin lama semakin terasa berat.

Dalam mimpinya, Vino merasa dirinya terguncang-guncang. Ia berusaha menyelamatkan diri dari cengkeraman seekor gorilla. Tapi, ia tak berhasil lolos. Gorilla semakin keras mengguncang-guncangkan dirinya hingga ia membuka mata.

"HEY, SIAPA KAMU? MENGAPA KAMU BERADA DI RUMAH KEKASIHKU?" Tanya seorang pemuda berkemeja pink dengan penuh amarah.

"Kamu kekasih Adelia? Tapi, aku kekasihnya. Adelia tidak pernah berkata bahwa ia memiliki mantan kekasih. Bahkan, ia menyatakan bahwa aku kekasih pertama dalam hidupnya."

Mendengar jawaban Vino, pemuda tersebut langsung menghujani Vino dengan pukulan. Mendengar keributan di ruang tamu, Adelia yang masih memakai kimono mandi, langsung melerai.

"ADELIA, BERANINYA KAMU MEMBOHONGIKU? APA PEMUDA KURUS INI MENGETAHUI BAHWA KAMU SEORANG PRIA? HANYA AKU, RICO, YANG SETIA PADAMU. HANYA AKU YANG CINTA DAN MENERIMA DIRIMU APA ADANYA," teriak Rico. "KAMU SUDAH LUPA SIAPA YANG MEMBIAYAI OPERASI BEDAH PLASTIKMU? SIAPA YANG MENUNGGUI DIRIMU KETIKA KAMU MERASA KESAKITAN AKIBAT EFEK SAMPING OPERASI?"

Vino tercengang mendengar pernyataan cinta Rico yang menggelegar. Adelia seorang pria? Oh, Tuhanku. Ini semua terlalu berat ditanggung seorang Vino. Oleh karena itu, Vino langsung jatuh pingsan.

***

"Tuan Majikan, jangan berdiam diri. Jinnie mengakui bahwa Jinnie salah tidak memberitahu Tuan Majikan bahwa Nona Adelia seorang pria. Bagi bangsa jin, kami bebas mencintai jenis kelamin apa pun. Jadi, Jinnie mengira manusia juga sama. Jika Jinnie mengetahui bahwa cinta antara Tuan Majikan dan Nona Adelia itu cinta terlarang, tentu Jinnie akan mencegah hubungan tersebut."

Vino tidak mengindahkan perkataan Jinnie yang duduk di sampingnya. Vino tetap berbaring dan menatap langit-langit kamar dengan pandangan kosong.

"Jinnie, aku ingin sendiri."

"Tuan Majikan masih memiliki permohonan terakhir. Tuan Majikan cukup memerintah Jinnie untuk mengubah jenis kelamin Nona Adelia sehingga kalian bisa menjalin hubungan kembali dan berbahagia."

"Tidak perlu, Jinnie. Tinggalkan aku sendiri."

Dengan bunyi PLOP pelan, Jinnie menghilang. Jinnie meninggalkan Vino yang tenggelam dalam kehampaan.

Vino benci Adelia. Vino benci dirinya sendiri. Vino benci dunia.

Cinta itu apa? Mengapa cinta itu begitu kejam menyiksa? Aku gelisah dengan hatiku sendiri. Apa yang harus aku lakukan dengan rasa cinta dan benci ini? Aku tak sanggup keluar rumah dan menghadapi tudingan orang-orang bahwa aku mencintai seorang pria. Aku tidak segentle itu. Aku takut. Aku kuatir diriku telah berubah karena Adelia. Aku pria normal.

***

"Vino, tidak bisakah kamu menemui Adelia sekali saja?" Tanya Paman Malik.

"Paman, Adelia telah berbohong padaku."

"Tidak bisakah kau memaafkannya? Ia menangis ketika Paman berkata kamu tidak ingin menemuinya."

"Paman tidak tahu apa-apa."

Paman Malik menarik napas. Remaja memang sulit dimengerti.

"Jika kamu tidak memberitahu Paman, bagaimana Paman bisa mengetahuinya."

Vino menghindari tatapan Paman Malik yang menginterogasi. Kemudian, ia berbisik, "Adelia seorang pria."

"Apa? Suaramu kecil sekali."

"ADELIA SEORANG PRIA," teriak Vino dengan wajah merah padam.

Paman Malik terbahak-bahak. Kadang-kadang Vino, keponakannya yang satu ini, begitu jenaka.

"Paman jahat. Paman malah menertawakanku."

"Paman menertawakanmu bukan karena kamu pacaran dengan seorang pria, tapi tingkahmu begitu lucu. Bukan salahmu jika Adelia berbohong. Jadi, kamu tak perlu segan."

"Tapi, aku merasa bodoh sekali.Aku tertipu begitu saja. Aku juga takut diriku berubah menjadi tak normal."

"Vino, kau tahu apa yang salah dengan dirimu?"

Vino menggelengkan kepala.

"Kamu seringkali berpikir terlampau jauh. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri. Jadikan hal ini sebagai pengalaman berharga dalam hidupmu bahwa cinta itu jangan hanya memandang fisik."

Vino tercenung mendengar nasehat Paman Malik. Tapi, petuah berharga itu ternodai senyum nakal dan ledakan kata-kata Paman Malik, "Tidak semua pria seberuntung dirimu, yaitu berpacaran dengan hermafrodit."

"Ah, Paman. Sebenarnya, Paman senang ya aku susah seperti ini," seru Vino kesal.

***

"VINO...VINO. ANAK NAKAL. GANTI PANCIKU!" Jerit Bu Ida.

"IYA, BENAR. PANCI APA INI? BOCOR!" Timpal Bu Donna.

"KAMI MINTA GANTI RUGI. GANTI RUGI. GANTI RUGI," teriak para ibu yang kompak berbaris di halaman rumah, tepat di bawah jendela kamar Vino. Pemandangan garang para ibu berdaster dengan berbagai motif dan mengacungkan panci berwarna-warni sungguh mencekam hati.

"IYA. IYA. AKU AKAN BERTANGGUNG JAWAB MENGGANTINYA."

"SEKARANG! GANTI SEKARANG!" Jerit mereka sekompak cheerleaders.

"SABAR, IBU-IBU. PASTI AKU GANTI RUGI. AKU INI SEDANG PATAH HATI. KALIAN TAK BERPERASAAN!" Teriak Vino sembari menutup daun jendela kamarnya.

"HUUUU!" Balas para ibu dengan gemas.

***

"Jinnie, aku  menyadari bahwa aku salah. Dua permintaan berlalu dengan sia-sia karena aku begitu egois. Permintaan pertamaku tak berjalan sebagaimana mestinya karena banyak panci yang kembali rusak sehingga banyak pelanggan yang mencaci maki. Permintaan kedua pun berakhir dengan kandasnya cintaku. Semua ini karena aku hanya mementingkan kebahagiaanku. Aku tak pernah memikirkan kebahagiaan orang lain seperti pamanku yang tegas, tapi baik hati padaku dengan caranya sendiri. Jadi, permintaan terakhirku ialah aku ingin pamanku berbahagia," ujar Vino penuh perasaan.

Jinnie tersenyum lebar mendengar permintaan Vino yang terakhir. Kemudian, ia berkata, "Baiklah, Jinnie akan mengabulkan permintaan terakhir Tuan Majikan."

Tiba-tiba sosok Jinnie ditelan gumpalan asap hijau yang entah dari mana sumbernya. Diiringi bunyi ledakan besar, gumpalan asap tersebut memudar dan menghilang. Tampak sesosok gadis yang cantik jelita dengan raut wajah khas Timur Tengah.

"Siapa kamu?" Tanya Vino.

"Aku Jinnie yang sudah menjadi manusia. Sekarang hubungan kita bukan lagi hubungan antara tuan dengan budak jin. Terima kasih banyak Vino sudah membebaskanku."

"Tapi, aku memohon kebahagiaan pamanku, bukan memohon kebebasanmu."

"Ah, Vino memang sangat polos. Kau tak pernah tahu selama ini aku berpacaran dengan Malik, pamanmu. Malik memang mengharapkan aku berubah menjadi manusia."

Paman Malik muncul dari balik pintu dan langsung memeluk Jinnie. "Benar, apa yang dikatakan Jinnie. Aku berencana untuk menikahi Jinnie minggu depan. Tak sia-sia aku menyarankanmu untuk menonton KDrama yang bertopik kasih sayang keluarga yang tak egois. Belum lagi novel inspiratif tentang pengorbanan keluarga. Maafkan pamanmu ini Vino karena telah mengatur sedemikian rupa agar permintaan terakhirmu ialah kebahagiaanku."

"TIDAAAAAAK!!!!! Teriak Vino sebelum tak sadarkan diri.

Hidup memang terlampau berat untuk seorang Vino karena memiliki paman yang manipulatif. Ia akan memperoleh bibi yang luar biasa unik sehingga hidupnya tak akan pernah sama lagi. Lihat saja kedua permintaan Vino yang berakhir tragis. Jinnie akan mengacaukan segalanya. Vino meyakini hal tersebut.

______

Ada yang ingin bertemu dengan Jinnie Panci?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun