Paman Malik mengelus rambut Vino dengan gerakan kaku seolah Vino itu seekor landak berduri, "Anak muda memang harus penuh semangat. Saat seusiamu, Paman juga harus bersusah payah naik sepeda untuk mengantarkan pesanan putih telur ke toko-toko kue. Sekarang Paman akan memberimu uang bonus."
Vino tersenyum senang. Ia menyelipkan tiga lembar uang seratus ribu rupiah dengan hati-hati ke dalam dompet kulit hitam Versace kesayangannya.
***
"Vin, jam 7 malam ini aku akan menjemputmu di rumah pamanmu. Kita double date di Mall Cisadane. Aku kencan dengan Nila, sedangkan kau dengan gebetanmu, si Tari," ajak Pasha dalam sambungan telepon WhatsApp.
"Ah, aku malas. Seharian aku mendengarkan ceramah pamanku mengenai pangsa pasar bisnis recycle panci. Otakku sudah sebeku Antartika."
"Hey, Antartika saja mencair akibat pemanasan global, apalagi otakmu? Kau kan sahabatku, temani aku sekali ini saja. Nila tak mau pergi denganku jika tak ada Tari. Tapi, masa kami kencan bertiga?" Tanya Pasha penuh bujuk rayu.
"Okay," jawab Vino.
***
Untuk kesekian kalinya, Vino mengerling pada gadis bergaun seksi yang duduk di sebelah mejanya. Penampilan gadis itu luar biasa memukau dengan wajah berbentuk hati dan mata sebulat kacang almond. Kakinya yang panjang dan jenjang menandakan keturunan Eropa.
Aku harus mendapatkan gadis itu. Vino tersenyum manis pada gadis tersebut dan dibalas dengan tatapan seribu jarum. Melihat drama picisan tersebut, Tari mendengus kesal. Tari merasa dipandang sebelah mata oleh Vino. Sudah bagus Tari mau menjadi teman kencan Vino yang sekarang jatuh miskin. Tapi, apa yang didapat Tari sekarang ini? Â Mata Vino sibuk jelalatan pada gadis yang berpenampilan seperti super model.
Tari berpura-pura membaca pesan di layar handphonenya. Lalu ia berdalih, "Maaf, ada panggilan darurat dari Ibu. Aku harus segera pulang."