Tangis Nina pecah. "Ya ampun, Tasia. Kau ini hampir mati, tapi kau masih mengingat boneka jelek itu?"
"Kau tak mengerti, Nina. Aku melihat Lagedazy hidup. Ia berada di dalam kolam renang dan hendak membunuhku."
"Omong kosong macam apa yang kudengar ini," kata Adam dengan jengkel. "Mana mungkin boneka itu hidup. Apa kau minum alkohol sebelum berenang?"
"Kalian tak mengerti. Sudah dua kali Lagedazy berusaha membunuhku. Kau benar Nina. Tolong singkirkan Lagedazy."
Adam beranjak meninggalkan mereka berdua di tepi kolam renang. Ia kembali dengan membawa Lagedazy yang cantik dan kering. Rambut pirangnya bersinar ditimpa cahaya mentari. Gaun satin berendanya terlihat licin, tanpa kerut sedikit pun. Tanpa berkata apa-apa, Adam memberikan Lagedazy di atas jemari Tasia dan mempelajari reaksi Tasia.
Tasia tercengang. Rupanya, ia berhalusinasi. Tidak ada yang salah dengan Lagedazy. Ia secantik mawar sintetis dan sepadam lilin yang mati. Tidak ada zat kehidupan dalam dirinya yang kaku.
***
Sejak kejadian ganjil tersebut, hidup Tasia tak pernah sama lagi. Ia melakukan rutinitasnya seperti biasa. Ia jogging, senam, pergi merawat diri ke salon kecantikan, syuting, dll. Tasia sudah diperiksa oleh seorang psikolog dan dinyatakan normal. Mungkin Tasia hanya kelelahan. Tapi, Tasia tetap merasa ada sesuatu yang salah pada otaknya. Misalnya, kejadian ganjil pagi ini.
Tasia membuka mata di pagi yang cerah. Ia terperanjat dan menjerit karena Lagedazy tidur di sebelahnya.
"Tasia, mengapa kau menjerit?"
"Mengapa Lagedazy ada di sampingku?"