“Ernie. ERNIE!” Kata Dio dengan kesal. “Mengapa kau menghindariku terus seminggu ini? Aku merasa seperti seorang pecundang.”
Ernie hanya menunduk. Dio mengajaknya untuk duduk di ruang kelas yang kosong.
“Bukan begitu. Maafkan aku. Aku menghindarimu untuk kebaikanmu."
"Kebaikan macam apa? Aku tak mengerti."
Ernie tercekat. Dengan susah payah, ia berbisik, "Aku ta...takut, Dio. Aku merasa diriku gila.”
“Gila bagaimana? Kau normal-normal saja di depan mataku.”
“Aku sering merasa aku tak ingat telah berada di mana saja. Dan melakukan apa saja. Untuk sementara, sebaiknya kita jangan berhubungan dulu sebelum aku benar-benar yakin bahwa aku normal. Aku khawatir membahayakan keselamatanmu.”
“Omong kosong. Kau sudah pergi ke psikolog?”
“Sudah.”
“Dan? Apa hasil diagnosisnya?”
“Aku harus terapi seminggu sekali. Menurutnya, remaja seusiaku mudah depresi.”