"Bang Bokir, sate ayamnya, Bang. Dibawa pulang 12 tusuk. Tapi sate sama ayamnha dipisah, ya. Takut satenya dihabisin agam."
Aku menganga.
"Trus ini. Kenapa pakai darah-darah lagi? Nggak cukup gitu kita, para wanita ini berdarah-darah tiap bulan?"
Aku melongo.
"Lagi pula rambut siapa sepanjang ini? Pirang, lagi. Yaā¦ maksud Ibu sih pirang-pirang taun gak dikumbah (berapa tahun tidak dicuci)?"
Aku syok.
"Sudahlah, kamu juga kebanyakan masuk di berbagai tim pembantu. Maruk banget sih kayak Fir'aun. Kamu kan sudah sering akting jadi pembantu di depan kamera di rumah majikanmu. Bukannya kamu main di teveā¦ Teve apa? Oh iya, CCTV!"
Gleg.
"Sudahlah, revisi lagi. Pokoknya hindari lokasi bangunan tua apalagi yang angker. Memangnya horor harus di kuburan? Di rumah sakit?
Lihat cermin tiap hari saja sudah berasa live horornya. Bukankah ibu-ibu muda itu merasa horor kalo melihat timbangan. Sama kayak kamu kalo malam Minggu. Horornya dobel-dobel apalagi saat ketemu mantan di pelaminan tadi cuman ngucapin selamat doang."
Aku pura-pura pingsan.