"Oh, iya aku hampir lupa. Aku kesini mau mengajak kamu keluar"
"Keluar? Maksudnya main?"Â
"Iya, jalan-jalan sebentar. Sekalian aku mau traktir kamu karena aku baru aja diterima kerja di perusahaan BUMN" jelasnya dengan wajah kegirangan
Aku menatap Nurul tidak percaya. Entah mengapa ajakan itu terasa seperti sebuah sindiran untukku.Â
"Wah, nak Nurul sudah diterima kerja? Hebat ya, ibu ucapkan selamat" ibu datang membawakan teh hangat dan beberapa toples camilan.Â
"Kalo Rina, sampe sekarang masih betah dirumah. Kerjaannya cuma makan, tidur, main hp sama jailin adiknya" telingaku mulai panas mendengar kalimat-kalimat yang ibu ucapkan. Rasanya seperti tertampar secara halus.
"Mungkin belum rejekinya untuk Rina kerja, bu" jawab Nurul santai
"Dulu ibu juga mikirnya begitu, mungkin biar Rina istirahat dulu setelah kuliah. Eh, ternyata istirahatnya berlanjut sampai sekarang. Padahal ibu juga pengen nyicip hasil kerjanya Rina"
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan percakapan yang berisi sindiran dari ibu dan Nurul. Mungkin benar yang ibu katakan bahwa aku butuh istirahat setelah kuliah. Tapi, bukan berarti aku tidak melakukan apa-apa. Seminggu setelah wisuda bahkan sebelumnya aku sudah beberapa kali mengirimkan lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan besar maupun kecil, swasta maupun lembaga pemerintah. Harapanku hanya satu, setelah lulus kuliah aku ingin langsung kerja dan membahagiakan orangtua. Tapi jawaban yang kuterima dari setiap lamaran, hanya penolakan. Bahkan yang lebih parah tidak ada informasi apakah aku diterima atau tidak.Â
"Maaf banget ya Nur, aku gak bisa ikut acara traktirannya" ujarku berbasa basi
"Iya, mungkin lain waktu kita bisa main bareng. Kalau gitu aku pamit pulang ya, soalnya banyak banget nih kerjaan kantor" Aku hanya tersenyum kecut mendengarnya. Sindiran itu memang tertuju untukku. Sifatnya dari dulu memang tidak berubah suka sekali ikut merusak suasana hati orang lain.