"Ternyata kamu di sini, Eko," sapanya sambil mendekat. Pak Joni berdiri di samping remaja itu.
"Bisa dipahami kalau kamu kecewa, kesa," katanya hati-hati. Kepala Eko bergerak.
Pak Joni duduk di sampingnya, terdiam sesaat, mencoba memilih kata-kata.
"Kadang bicara sama seseorang bisa menenangkan perasaan. Kamu boleh sharing sama Bapak kalau kamu mau," kataya menawarkan diri.
Eko bergeming. Pak Joni menatap kertas yang sedang ia pegang. Keramaian dari lapang basket menerobos jendela perpustakaan.
"Atau Bapak tinggalkan kertas dan pulpen ya, kalau-kalau kamu ingin menuliskan perasaanmu," lanjutnya perlahan.
"Tinggalkan saja kertasnya di sini atau titipkan ke Pak Andi."
Pak Joni meletakkan kertas dan pulpen di depan Eko. Sejenak ia memandangi Eko yang sedang telungkup di meja sebelum meninggalkannya. (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H