1. Pendekatan aktivitas keuangan atau produksi.
Dengan menggunakan pendekatan ini, suatu saham itu dapat dikatakan sebagai saham yang halal ketika yang di produksi itu, barang dan jasanya terbebas dari elemen-elemen yang haram yang secara rinci disebut dalam Al-Quran seperti riba, judi zina, minuman memabukkan dan sebagainya.
2. Pendekatan Jual Beli.
Dalam pendekatan ini, saham diartikan aset dan dalam jual beli terdapat pertukaran aset ini dengan uang. Juga bisa digolongkan sebuah kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil (profit and loss sharing).
3. Pendekatan pendapatan.
Pendekatan ini lebih fokus pada pendapatan yang diperoleh oleh suatu perusahaan. Ketika terdapat pendapatan yang didapat dari bunga, maka secara langsung kita bisa mengatakan bahwa saham dalam perusahaan tersebut tidak syariah karena terdapat unsur riba di dalamnya. Oleh sebab itu pendapatan yang diperoleh perusahaan harus terbebas dari unsure bunga atau interest.
4. Pendekatan struktur modal yang dimiliki perusahaan.
Dengan melihat rasio hutang yang dimiliki perusahaan ini maka diketahui jumlah hutang yang digunakan untuk modal atas perusahaan ini. Semakin besar rasio ini semakin besar ketergantungan modal terhadap hutang. Untuk saat ini, bagi perusahaan masih sulit untuk membuat rasio ini nol, atau sama sekali tidak ada hutang atas modal. Oleh karenanya ada batasan seberapa besar “Debt to Equity ratio” ini. Dan masing-masing syariah indeks berbeda dalam penetapannya.
Kriteria saham yang masuk indeks syariah berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No.20 adalah emiten yang usahanya tidak bertentangan dengan syariah, semisal: (5)
1. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
2. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensonal.