Student Loans adalah kutipan program pembiayaan pendidikan yang di contek dari praktek kapitalisasi pendidikan di negara Eropa dan amerika. Plagiatisme program pembiayaan pendidikan itu akan memakai sistem pinjaman atau kredit untuk pendidikan. Sederhananya pendidikan dapat di cicil dengan kampus memfasilitasi kredit keuangan dalam mengakses pendidikan.
 Dalam jurnal Matthew B Fuller [4] menuliskan sejarahnya Student Loans mulai di kenal Pada tahun 1838, Harvard mendirikan lembaga pinjaman mahasiswa swasta yang bertanggung jawab untuk membuat pinjaman tanpa bunga kepada siswa yang sebaliknya tidak bisa membiayai pendidikannya .
Program, yang dikenal umumnya sebagai Program Pinjaman Harvard yang pendanaannya diberikan pinjaman oleh oleh alumni dan donatur kaya. Dengan memakai beberapa syarat seperti persetujuan dari presiden kampus dan adanya program yang dikerjakan oleh mahasiswa tersebut dan kemudian di setujui oleh orang tua mahasiswa tersebut.
Konsep ini berkembang ke beberapa negara seperti Di Kanada, Australia, Selandia Baru, Inggris. Di asia Jepang, Korea Selatan, Singapura, india, di afrika seperti di ghana, afrika selatan dan banyak negara lainnya yang sudah mulai mempraktekkan pola pembayaran pendidikan dengan skema kredit tersebut dengan semakin terkonsentrasinya pola ekonomi dalam skema globalisasi.
Cengkraman globalisasi di Indonesia berjalan dengan skema liberalisasi (Prinsip ekonomi Pasar bebas) sudah sejak era Negoisasi GATs tahun 1995 sampai 2005 di tandatangani yang meliberalkan 12 sektor jasa. Negara kemudian dengan gembiranya melaksanakan liberalisasi pendidikan, kemudian pendidikan menjadi sebuah barang (komoditas) yang akan diperjualbelikan.
Ini bisa kita lihat dari mulai adanya perubahan UU pendidikan No.2 tahun 1989 menjadi UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Untuk pendidikan tinggi kemudian disambut dengan pembuatan UU No.9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan yang memberikan ruang untuk Perguruan tinggi menerima investasi, namun kemudian di cabut akibat serangan aksi massa yang masif.
Namun pemerintah tidak putus akal untuk meliberalisasi pendidikan tinggi, kemudian lahir pula UU No 12 tahun 2012 tentang pendidikan tinggi.
Dasar hukum pembiayaan pendidikan yang kemudian mulai melepaskan tanggung jawab negara atas pendidikan dapat kita lihat pada UU Sisdiknas pasal 12 ayat 2 huruf b tentang peserta didik "ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan".
Ini menjadi pasal yang sangat aneh, karena peserta didik yang berusia 7 sampai 25 tahun (SD-SMA/SMK-PT) adalah usia dilarang bekerja sehingga otomatis tidak memiliki penghasilan karena adalah usia anak anak menuju dewasa, tetapi negara yang seharusnya melindungi pendidikan mereka malah memberikan beban untuk ikut mambiayai pendidikan.
kebijakan ini salah satu dasar negara memperbolehkan ditariknya biaya pendidikan dari peserta didik, sungguh kacau bukan.
Pendidikan tinggi juga kemudian ikut latah dengan memberlakukan penarikan biaya pendidikan pada mahasiswa di dasarkan pada UU Dikti Pasal 85 ayat  2 "Pendanaan Pendidikan Tinggi dapat juga bersumber dari biaya Pendidikan yang ditanggung oleh Mahasiswa sesuai dengan kemampuan Mahasiswa, orang tua Mahasiswa, atau pihak lain yangmembiayainya".