Celetuku, melihat ibu pulang dengan sepedanya yang biasa untuk berjualan. Di boncengan sepeda terdapat dua buah keranjang disisi kanan dan kiri, tempat sayur mayur yang di jual ibu. Dari kedua keranjang itu terlihat sisa-sisa dagangan yang tidak laku.
Ibu segera mengambil sisa jajanan yang tidak laku dan mengulurkannya padaku, akupun kegirangan menerima jajan yang di berikan ibu, jajanan bagi kami di masa kecil merupakan sesuatu yang sangat istimewa, karena memang jarang di desa orang beli jajan.
Entah apa yang ada di benakku saat itu do'a ku bukannya dagangan ibu supaya laris, Â aku malah sering berharap dagangannya sisa, karena sisa dagangan ibu, berarti aku akan makan jajan enak dan makan malam yang tentu juga masakan enak sisa dari dagangan ibu.
Kelas satu SMP aku sudah mulai membantu ibu membawa dagangan hasil palawija penduduk desa berupa tomat, terong, cabe, dan lain sebagainya, dari desa ku ke kota.
Dari desaku ke kota tempat ibu berjualan jaraknya kurang lebih 9 kilo meter, jadi pagi buta sekitar pukul 3 pagi ibu sudah menyiapkan dagangannya, Â ibu biasanya membangunkan aku pada pukul 4.30 Â agar segera mandi, sholat dan bersiap berangkat sekolah sambil membawa dagangan.
"ayuh bangun sudah pagi......."
Ibuku berteriak dari depan rumah, sambil mengemas dagangan yang akan dia bawa sendiri dan juga dagangan untuk aku bawa sambil berangkat sekolah.
"bangun sudah pagi... mandi terus sholat,,.." Itu dagangannya sudah siap...."
"nanti kalau kesiangan keduluan orang lain dan dagangannya tidak laku"
Tiba-tiba ibu sudah berada di pinggir dipanku sambil menepuk-nepuk kakiku. Aku segera bangun, pergi mandi dan selanjutnya sholat subuh.
Aku mengayuh sepedaku menyusuri jalan pinggir kali atau orang desa biasa menyebutnya tanggul. Tanggul ini di tumbuhi rumput sehingga menambah berat ketika pedal sepeda di kayuh, jarak tanggul ini dari kampungku sampai perkampungan berikutnya sekitar 3 kilometer. selepas dari jalan tanggul aku mengayuh sepedaku masuk perkampungan lagi dengan jarak 2 kilometer. keluar dari perkampungan, sampailah pada jalan beraspal dengan jarak kurang lebih 2 kilometer. selanjutnya  dari jalan beraspal, aku kembali masuk jalan kampung yang masih tanah dengan jarak 2 kilometer. jalan tanah ini merupakan jalan yang sempit, jalan yang hanya muat untuk sepedaku dan kedua keranjang di boncengan, karena kalau untuk papasan sepedaku dengan motor atau sepeda lainnya aku harus berhenti untuk menepi.