Mohon tunggu...
Sigit Sugiarto
Sigit Sugiarto Mohon Tunggu... Lainnya - PSM AHLI MUDA

SANTAI, TIDAK SUKA GOSIP,

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ibu dalam Kenanganku

6 Januari 2024   17:55 Diperbarui: 6 Januari 2024   17:55 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku berlari kesana kemari dengan riang, menikmati guyuran air hujan bersama teman-temanku, kurang lebih 100 meter di depan rumahku ada rumah kang Jait tempat aku dan kawan-kawan mengaji setiap malamnya, sedangkan di sebelah kanan rumahku ada rumah kang Angsori atau biasa kami memanggil kang Sori, tempat kami mengaji kitab barzanji setiap malam Jum'at,  demikianlah kami berlari dari satu rumah tetangga ke tetangga lainnya dan menikmati guyuran air hujan sambil sesekali berebut berdiri di bawah talang rumah tetangga, bersama teman-teman.

              Aku biasa pulang paling terakhir diantara teman-teman, ketika teman-temanku yang lain sudah di panggil oleh Ibunya untuk pulang, aku masih menyempatkan diri berlarian untuk menghindari Ibu yang memanggil-manggil dari depan rumah, ketika hujan sudah mulai reda baru aku pulang ke rumah, dengan rasa bersalah tentunya karena tidak menghiraukan panggilan Ibu tadi.

"terusin.... mandi hujannya"

Ibu sudah berdiri di depan pintu belakang rumah  dengan wajah yang datar, dan aku tertunduk sambil terus berlalu menuju kamar mandi.

"udah cukup puas ..... ?"

Aku pun diam membisu, tanpa menjawab apa-apa, dan selanjutnya ibu mengambilkan handuk untukku dan terus berlalu ke ruang depan.

Ya begitulah ibu, caranya menegor anaknya tidak menggebu-gebu tapi cukup mengena, tidak banyak kata yang diucapkan tetapi maknanhya sangat dalam.

Apakah ibu marah?

Aku tak tahu, dalam benak ku waktu itu hanya ingin bermain dan bermain, tidak peduli dengan kekhawatiran orang tua.

"bu, aku mau main ke tempat teman ya..."

Suatu malam aku pamit ke ibu mau main ke rumah teman.

"udah malam, besok kan sekolah..."

Ibu melarangku karena waktunya memang sudah malam, dan besok harus sekolah, aku pun tetap berlalu tak menghiraukan larangan Ibu.

Aku anak ketiga dari lima bersaudara, masa kecilku dihabiskan untuk sekolah di pagi hari, bermain di sore hari, malam hari mengaji dan sepulang mengaji biasanya aku bermain dengan teman-teman, entah itu bermain petak umpet, mainan kejar-kejaran dan lain sebagainya.

Pulang sekolah aku juga belum tentu langsung ke rumah, biasanya aku mampir ke rumah teman, pergi ke kali untuk mencari ikan, masih dengan baju seragam Sekolah Dasar yang masih melekat di badan. Terkadang pula main kotor-kotoran di sawah.

Pulang dengan baju yang kotor aku langsung, ke kamar mandi untuk merendam baju, menyikat dan selanjutnya menjemur,

Mencuci baju sendiri sudah menjadi kebiasaanku semenjak kelas 3 SD. 

Dalam kehidupan sehari-hari aku mempunyai tugas rutin sejak kecil yaitu menyapu dan mencuci piring, ibu ku berjualan sayuran keliling, untuk menopang kebutuhan sehari-hari.

"mak..... "

Aku biasa memangil ibu dengan sebutan mamak,

Didaerahku panggilan ibu memang bermacam-macam, ada yang menyebut, biyung, ada yang menyebut mamak, simbok atau mboke, ada yang juga memanggil ibu dengan sebutan yayune.

"ada sisa jajan ngga...."

Celetuku, melihat ibu pulang dengan sepedanya yang biasa untuk berjualan. Di boncengan sepeda terdapat dua buah keranjang disisi kanan dan kiri, tempat sayur mayur yang di jual ibu. Dari kedua keranjang itu terlihat sisa-sisa dagangan yang tidak laku.

Ibu segera mengambil sisa jajanan yang tidak laku dan mengulurkannya padaku, akupun kegirangan menerima jajan yang di berikan ibu, jajanan bagi kami di masa kecil merupakan sesuatu yang sangat istimewa, karena memang jarang di desa orang beli jajan.

Entah apa yang ada di benakku saat itu do'a ku bukannya dagangan ibu supaya laris,  aku malah sering berharap dagangannya sisa, karena sisa dagangan ibu, berarti aku akan makan jajan enak dan makan malam yang tentu juga masakan enak sisa dari dagangan ibu.

Kelas satu SMP aku sudah mulai membantu ibu membawa dagangan hasil palawija penduduk desa berupa tomat, terong, cabe, dan lain sebagainya, dari desa ku ke kota.

Dari desaku ke kota tempat ibu berjualan jaraknya kurang lebih 9 kilo meter, jadi pagi buta sekitar pukul 3 pagi ibu sudah menyiapkan dagangannya,  ibu biasanya membangunkan aku pada pukul 4.30  agar segera mandi, sholat dan bersiap berangkat sekolah sambil membawa dagangan.

"ayuh bangun sudah pagi......."

Ibuku berteriak dari depan rumah, sambil mengemas dagangan yang akan dia bawa sendiri dan juga dagangan untuk aku bawa sambil berangkat sekolah.

"bangun sudah pagi... mandi terus sholat,,.." Itu dagangannya sudah siap...."

"nanti kalau kesiangan keduluan orang lain dan dagangannya tidak laku"

Tiba-tiba ibu sudah berada di pinggir dipanku sambil menepuk-nepuk kakiku. Aku segera bangun, pergi mandi dan selanjutnya sholat subuh.

Aku mengayuh sepedaku menyusuri jalan pinggir kali atau orang desa biasa menyebutnya tanggul. Tanggul ini di tumbuhi rumput sehingga menambah berat ketika pedal sepeda di kayuh, jarak tanggul ini dari kampungku sampai perkampungan berikutnya sekitar 3 kilometer. selepas dari jalan tanggul aku mengayuh sepedaku masuk perkampungan lagi dengan jarak 2 kilometer. keluar dari perkampungan, sampailah pada jalan beraspal dengan jarak kurang lebih 2 kilometer. selanjutnya   dari jalan beraspal, aku kembali masuk jalan kampung yang masih tanah dengan jarak 2 kilometer. jalan tanah ini merupakan jalan yang sempit, jalan yang hanya muat untuk sepedaku dan kedua keranjang di boncengan, karena kalau untuk papasan sepedaku dengan motor atau sepeda lainnya aku harus berhenti untuk menepi.

Biasanya aku pulang Sekolah sampai rumah ibu sudah tidak ada, karena memang ibu biasa mencari dagangan pada sore hari untuk di bawa ke kota dan mengemas dagangan pada malam hari serta mempersiapkan segala sesuatunya dan mengecek barang dagannya pada pagi hari sebelum berangkat.

"ayuh bangun sudah pagi......."

Seperti biasa pagi itu ibu membangukan aku,

Aku yang masih mengantuk tidak menghiraukan ibu, dan melanjutkan tidur.

"bangun sudah pagi....."

Terdengar keras suara ibu, disamping dipanku.

Aku segera menutup kedua kupingku, dan melanjutkan tidur.

"ya alloh,, jadikan anakku orang yang kaya, jadi pejabat, supaya tidak seperti aku, mencari rejekinya, beri dia anak-anak yang penurut..."

Dengan suara bergetar ibu mendoakan aku,

Begitulah ibuku ketika beliau marah atau sedang sedih karena aku yang tidak menurut.  Atau kadang menyakiti hatinya.

Selepas STM aku pamit ke Ibu untuk pergi mencari peruntungan di jakarta,

"mak.... Aku mau ke jakarta...."

Pamitku saat itu.

"ke jakarta kamu mau kemana?"

"kamu kan belum pernah ke jakarta"

Tentu sebagai ibu beliau sangat khawatir melepas aku pergi ke jakarta sedangkan selama hidup aku belum pernah ke jakarta,

"ya mak... dijakarta nanti aku mau ke tempat mas tono..."

Mas tono adalah kakak ku yang tinggal dijakarta, dan selama hidup aku belum pernah tau tempat mas Tono di Jakarta.

Melihat kesungguhanku ibu tidak berkata apa-apa, bahkan ketika aku hendak berangkat beliau sedang mencari dagangan, entah apa yang beliau pikirkan saat itu, aku berpikir ibu sedih melepas aku, sehingga beliau menghindar untuk ku pamiti, dan memilih memberikan bekal melalui adiku.

Dua tahun aku dijakarta, tidak pernah memberikan kabar ke ibu, karena memang aku menganggur sehingga tidak bisa pulang untuk sekedar sungkem ke ibu,

Tahun kedua saat momen lebaran aku juga tidak bisa pulang, aku menitip sarung hadiah dari orang baik di dekat kontrakanku.

Tahun ketiga aku pulang dengan uang yang sangat pas-pasan, yah ibu gembira sekali saat itu.

"anaku tidak pulang tetapi kirimanya sampai duluan...."

Cerita ibu ku pada tetangga yang berlebaran ke rumah.

Saat itu perasaanku begitu campur aduk, mengingat 3 tahun aku dijakarta, jangan kan mengirimi uang, kirim barang pun hanya sekali, dan itu menjadi bahan ibu cerita ke orang-orang seolah aku ini anak yang berbakti.

Aku kembali ke jakarta setelah berlebaran dirumah.

"mak .... Ini untuk beli kinang...."

Aku mengulurkan uang seratus ribu sisa dari beli tiket kereta dan sebagian aku sisihkan untuk naik angkot dari stasiun ke kontrakan,

"ga usah, mamak masih punya uang, ini buat kamu saja untuk makan disana"

"ngga mak... aku masih ada..."

Aku ngotot untuk memberikan uang tersebut, dan dengan berat hati ibu menerimanya.

"mudah-mudahan dimudahkan rejekimu nak..... "

"mamak ga bisa ngasih apa-apa,, hanya bisa berdo'a saja...."

Saat itu hanya itu saja uang yang aku punya, dan aku berikan kepada ibu, aku tidak mempedulikan bagaimana nanti aku dijakarta, yang penting aku ingin menyenangkan hati ibu.

Beberapa tahun kemudian aku memperoleh pekerjaan dan bisa pulang setiap lebaran untuk sungkem dengan kedua orang tua, demikian juga kondisi ekonomi ibu sudah mulai membaik. Dalam setiap sungkeman lebaran hampir ibu selalu menangis dan mendo'akan aku, supaya lancar rejekinya, dan do'a baik lainnya.

"mak... kalau ada pekerjaan di kebumen dengan gaji tetap aku mau pindah ke kebumen,, biar dekat dengan orang tua ...."

Demikianlah suatu saat  aku berbicara pada ibuku.

"ya mudah-mudahan terkabul cita-citamu...."

Perbincangan itu selalu diulang-ulang ibu ketika kami bertemu

"mudah-mudahan dapat pekerjaan di kebumen ya ..... Mamak selalu berdo'a..."

"ya mak do'a nya..."

Karena aku sudah dapat pekerjaan dan penghasilan tetap, aku mulai berpikir untuk mencapai cita-citaku yang terpendam selama ini, yaitu menjadi sarjana.

Aku mengambil kuliah jurusan teknik informatika disalah satu perguruan tinggi di bekasi, aku selalu merahasiakan ke ibu ku ketika aku masih kuliah sambil bekerja, saat itu aku ingin memberikan kejutan ke ibu, aku ingin sekali  pulang-pulang aku mengajak ibu untuk wisuda sarjana.

Selesai kulaih aku mencoba peruntungan melamar pekerjaan di tanah kelahiranku,Kebumen. Segala usahaku untuk memperoleh pekerjaan di tanah kelahiranku sangat-sangat mudah, semua proses nya seperti ada yang menuntunku,

Akhirnya aku memperoleh pekerjaan di kampung halamanku,sehingga aku dekat dengan orang tua.

Aku tinggal di kota dekat dengan kantor, sedangkan ibu ku tinggal di rumah yang dulu, aku mengunjungi ibu hampir setiap hari sabtu dan minggu,  2 hari aku di rumah ibu.

"mak aku mau pulang ke kontrakan ya..."

Malam senin aku pamitan ke ibu karena besok harus bekerja, supaya tidak gugup di pagi harinya.

"sudah malam..... Besok aja pulangnya...."

Aku pun nurut dengan perintah ibuku, sejak aku pulang ke kampung memang sangat takut dengan apa yang dikatakan ibu, kalau ibuku bilang jangan maka aku pasti tidak berani melawan atau pun melanggar. Selain takut aku berusaha jangan sampai membuatnya kecewa apalagi sampai menyakiti hatinya,

"mak... kalau ada pekerjaan di kebumen dengan gaji tetap aku mau pindah ke kebumen,, biar dekat dengan orang tua...."

Kalimat itu.....!!

"ya mudah-mudahan terkabul cita-citamu...."

Do'a itu....!!

"mudah-mudahan dapat pekerjaan di kebumen ya ..... Mamak selalu berdo'a..."

"ya mak minta selalu do'a nya..."

Perbincangan beberapa tahun sebelum aku mendapat pekerjaan di kampung halaman, selalu terngiang-ngiang ditelinga, dan do'a -do'a yang ibu berikan selalu menjadi kenangan sampai saat ini, dia berdo'a dalam kesunyian, dan juga dalam marahnya ketika aku bandel dan tidak menurut.

"makan nak........"

Suatu saat dihari sabtu aku pulang dari kontrakan.

"mamak udah makan..... " tanyaku

Aku tidak segera mengambil makan, karena takut ibu belum makan, dan aku sangat tau kebiasaan ibu dari aku kecil, dia tidak akan makan-kalau anak-anaknya belum makan.

"mak.... Nasinya tinggal sedikit....."

Gumamku ketika aku melihat nasi yang tinggal kira-kira satu piring di wadah.

"habisin saja, mamak sudah kenyang..."

Dalam urusan makan aku juga tidak berani menolak karena ibu pasti akan sedih kalau aku tidak mau makan, walaupun aku sudah dewasa dan mudah saja mencari warung makan, apalagi dengan kondisi ku yang sudah memiliki penghasilan tetap.

Selesai makan aku masuk ke kamar tidur, untuk sekedar rebahan dan meluruskan badan, beberapa menit kemudaian aku mendengar seperti ada suara di dapur, aku mencoba mengintp melalui lobang angin,  dan kulihat ibu sedang merebus sesuatu di dapur,,,

"ya alloh....."

Aku tau ibu lapar, tapi beliau memaksaku untuk makan, makanan yang hanya itu, tidak ada makanan lain.

"ibuku ......."

Disaat aku sudah dewasa sudah bekerja, punya penghasilan tetap, dan bisa beli makanan apapun yang aku mau, beliau masih berbohong demi aku bisa makan.

"ibuku...."

Selalu ku kenang akan do'a mu ketika aku bandel.....!!

Selalu ku ingat diamu ketika tidak  senang dengan tingkahku...!!

Selalu ku ingat ketika engkau berbohong demi aku bisa makan....!!

Selalu ku ingat perjuanganmu untuk membesarkan dan menyekolahkanku....!

"selamat hari ibu, 22 desember 2023, ibuku pencerah hidupku"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun