Zaman Reformasi (Pasca Mei 1998)
Pada awal masa reformasi, pasca Mei 1998, kegairahan Tionghoa untuk berpolitik timbul kembali. Â Ini disebabkan oleh beberapa hal:
1. Lengsernya Soeharto pada bulan Mei 1998 telah membuka kemungkinan bagi masyarakat untuk mengeluarkan suara-suara kepedulian, kemarahan dan tuntutan-tuntutan yang sudah lebih dari 32 tahun terpendam
2. Intimidasi terhadap Tionghoa berangsur berkurang. Â Pusat perhatian pemerintah ditujukan pada kekacauan dalam skala yang jauh lebih besar (dalam hal korban jiwa dan harta) di berbagai tempat, termasuk Banyuwangi, Ambon, Aceh dan Timor Timur
3. Pemilihan Umum 1999 dianggap memberi kesempatan untuk komunitas Tionghoa memperoleh perwakilan di badan legislatif.
Terbentuklah beberapa organisasi Tionghoa: di antaranya:
1. Parti (Partai Reformasi Tionghoa Indonesia) -- dipimpin oleh tokoh-tokoh yang pernah aktif di KNPI (Komite Nasional Pemuda Indonesia)
2. Parpindo (Partai Pembauran Indonesia) -- dipimpin oleh tokoh-tokoh yang ingin menyebar-luaskan program assimilasi -- pembauran. Â Junus Jahja, tokoh LPKB, anggota DPA menjadi salah satu sponsor utamanya,
3. PBI (Partai Bhinneka Tunggal Ika) -- dipimpin oleh seorang pengusaha totok Nurdin Purnomo. Ia merupakan satu-satunya  partai Tionghoa yang berhasil memperoleh tiga kursi untuk DPR dalam Pemilu 99 (dua untuk Kalimantan dan satu untuk Medan).  Di Indonesia merupakan partai ke 11 (355,000 suara). Pada Pemilu-pemilu selanjutanya, PBI tidak berhasil memperoleh kursi dalam DPR lagi.
4. PWBI (Partai Warga Bangsa Indonesia) -- Mencanangkan program politik nasional dan menggaris-bawahi definisi Bangsa Indonesia (Nasion Indonesia)
5. SNB (Solidaritas Nusa Bangsa) -- Dipimpin oleh para pengacara muda yang aktif di LBH. Â Banyak membantu korban Mei 1998.