Â
Melalui kegiatannya sebagai organisasi massa dan institusi pendidikannya, Baperki tercatat dalam sejarah sebagai sebuah organisasi massa yang paling berhasil dalam memobilisasi massa Tionghoa untuk berpolitik dan menerima Indonesia sebagai tanah airnya. Ia-pun tercatat dalam sejarah sebagai organisasi yang berhasil mempertahankan status hukum sebagian besar Tionghoa sebagai warga negara Indonesia.
Akan tetapi kedekatan Baperki dengan Soekarno menyebabkannya berada di kekuatan politik "kiri" yang berhadapan dengan kekuatan politik "kanan", yang dipimpin oleh pimpinan Angkatan Darat dan partai-partai Islam. Â Ini menyebabkan Baperki dan para pimpinannya kandas ketika ada pergantian politik pada akhir 1965 yang melahirkan kekuatan politik baru, di bawah pimpinan Jendral Soeharto. Haluan politik berubah 180 derajat.
Kampus Ureca diserbu dan dibakar pada 15 Oktober 1965. Sekolah-sekolah Baperki diambil alih negara dan dijadikan sekolah-sekolah negeri. Siauw Giok Tjhan dan banyak pimpinan Baperki ditahan dan masuk tahanan selama 12 tahun tanpa proses peradilan. Baperki secara resmi dibubarkan pada Maret 1966.
Pemerintah militer kemudian memimpin pembantaian dan penangkapan massal yang berskala besar. Jutaan manusia yang tidak bersalah dibantai. Ratusan ribu orang ditahan dan dipersekusi tanpa proses peradilan apapun. 100.000 di antaranya meringkuk dalam tahanan selama 12 tahun.
Tionghoa disamakan dengan RRT yang dinyatakan terlibat dalam G30S. Gerakan anti Tionghoa -- di berbagai daerah bersifat brutal -- dipimpin oleh negara tanpa perlawanan dan pembelaan yang berarti. Hubungan diplomatik dengan RRT kemudian dibekukan oleh pemerintah Soeharto pada 1967, tidak lama setelah gedung kedutaan besar RRT diserbu massa.
Zaman Orde Baru (1966-1998)
Â
Di dalam zaman ini tidak ada lagi representasi efektif golongan Tionghoa, baik di pemerintahan maupun badan legislatif. Â Para anggota Tionghoa dalam badan-badan legislatif tidak bersuara membela posisi Tionghoa yang sedang secara sistematis diserang oleh pemerintahan militer.
Semua organisasi Tionghoa yang mengandung kegiatan politik dibubarkan atau berhenti berdiri. Hanya organisasi sosial dan keagamaan yang diizinkan  berjalan. Mereka harus membersihkan dirinya dari elemen Baperki dan para anggota partai-partai politik kiri.
Hanya LPKB sebagai organisasi politik yang bisa bertahan dan berkembang pada awal pemerintahan Orde Baru. Para tokohnya ikut aktif dalam pembubaran Baperki di seluruh Indonesia.