"Bisakah kau tidak menjawab?"
"Baiklah. Boleh aku minta ponselku?" tanya Mirel.
Mar diam sejenak sebelum menjawab dengan tegas.
"Jangan mulai lagi dengan ponselmu sebelum kita buat perjanjian."
"Aku hanya ingin mengirim pesan ke beberapa teman kampus."
"Ibu yang akan menghubungi pihak kampus. Sementara ini, Ibu tidak ingin melihat ponsel di tanganmu dulu. Kau dengar?"
"Ibu terus saja mengaturku. Harus begini, harus begitu! Semua harus aku turuti. Kuliah yang Ibu mau, aku turuti. Pernahkah sekali saja Ibu dengar maunya Mirel?" Suara Mirel bergetar.
Mar semakin berteriak.
"Karena Ibu ingin yang terbaik untukmu! Apa kau pikir Ibu dan Bapak tidak peduli? Kami bekerja keras agar kau bisa sekolah tinggi dan punya masa depan yang cerah, bukan untuk melihatmu terlibat dalam masalah seperti ini!"
"Bu, coba tenang sedikit," ujarku menengahi, "kita bicarakan nanti di rumah."
Mar mengentakkan napas.