Kami melanjutkan perjalanan. Kali ini radio mendendangkan tembang lawas "Penyesalan" milik Broery Marantika. Mar memejamkan mata, barangkali dia betul-betul menghayati lirik lagunya.
Akhirnya, sekitar dua jam setengah perjalanan, kami tiba di kantor pusat kepolisian.
Setelah menjelaskan informasi yang kami dapatkan, kami diarahkan seorang petugas menuju ruangan khusus penanganan narkoba. Seorang petugas lainnya menemui kami dan mengatakan bahwa Mirel dalam keadaan baik. Hasil tes urinenya negatif. Petugas itu juga mengatakan bahwa Mirel sudah siap untuk dijemput pulang.Â
Hatiku berdebar saat melihat puteriku itu datang dalam keadaan kacau, lalu kami memeluknya.
Kami pulang bertiga tidak banyak bicara. Situasi ini seperti terasa berat bagi kami, bagiku, bagi Mirel, terlebih-lebih bagi Mar.
Tiba-tiba Mar mulai bersuara.
 "Bisa-bisanya kau melakukan tindakan bodoh ini, Mirel."
"Bu, aku tidak tahu kalau itu pesta narkoba. Susan hanya bilang itu pesta ulang tahun temannya. Aku menemaninya dan sialnya terjaring razia." Mirel malah membela diri.
Mar menoleh ke jok belakang.
"Kau tahu, Mirel. Kau hampir terjebak situasi bahaya! Sudah Ibu katakan berkali-kali, jangan bergaul dengan sembarang teman! Lihat, Ibu dan Bapak terpaksa izin kerja hari ini karena tindakanmu. Seharusnya ini tidak terjadi. Seharusnya pula kau belajar, kuliah kedokteran bukan untuk main-main!" Mar meluapkan kata-katanya bagai bah.
"Aku tidak pernah main-main, Bu. Aku cuma butuh bersantai sesekali."