Mohon tunggu...
S Eleftheria
S Eleftheria Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Literasi

***NOMINEE BEST IN FICTION 2023*** --- Baginya, membaca adalah hobby dan menulis adalah passion. Penyuka hitam dan putih ini gemar membaca tulisan apa pun yang dirasanya perlu untuk dibaca dan menulis tema apa pun yang dianggapnya menarik untuk ditulis. Ungkapan favoritnya, yaitu "Et ipsa scientia potestas est" atau "Pengetahuan itu sendiri adalah kekuatan", yang dipaparkan oleh Francis Bacon (1561-1626), salah seorang filsuf Jerman di abad pertengahan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Keputusan di Halte

2 Juli 2024   20:43 Diperbarui: 12 Juli 2024   17:58 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi perempuan di Halte | sumber gambar pixabay.com/CHÂU VIỄN

"Huh! Aku seperti mendengar omong kosong dari ceritamu."

"Jo bilang ia hanya tidak sadar. Kadang-kadang ia sangat marah, tapi ia janji bisa membaik. Ia bilang juga, kalau aku tetap tinggal, ia akan berubah dan akan menebus semua kesalahannya untukku."

"Terus, kamu percaya? Coba tolong dengarkan aku! Jika ia mencintaimu, ia tidak akan memukulmu." Perempuan muda itu berkata dengan suara tegas.

"Kamu tidak akan bisa mengerti," jawab Mariah pelan, matanya menatap kosong ke kejauhan.

Perempuan muda berambut keriting tersenyum sinis saat Mariah meragukannya dan menganggapnya tidak mengerti apa-apa. Wajahnya berubah menjadi cermin penuh luka saat ia mulai bercerita tentang kehidupannya yang juga tragis.

"Ayahku sering mengatakan hal yang sama kepada ibuku. Dan Ayah berdalih, ia sungguh-sungguh menyesal tiap kali melakukannya. Semua omong kosong itu hanya alasan sialan agar Ayah merasa lebih baik setelah melakukan kekerasan kepada Ibu."

Perempuan muda itu merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebatang rokok. Ia menawarkan rokok kepada Mariah yang dengan halus menolaknya. Sebatang rokok itu kemudian dimasukkannya lagi ke saku celana, lalu ia berbicara lagi.

"Sampai di lain waktu, Ayah melakukannya lagi, bukan saja kepada Ibu, tetapi kepada kami juga, aku dan adik-adikku, lalu ia akan meminta maaf, tapi ia mengulangi lagi. Sungguh keparat, bukan? Aku mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Ayah selalu sama dengan kata-kata yang keluar dari mulut orang-orang sepertinya."

Kata-kata perempuan itu menggantung di udara serupa awan gelap, berat dan penuh muatan.

"Satu hal, aku tidak mengenalmu. Dan maaf, aku tidak mencoba menghinamu. Tapi jika kamu terus membuat pembelaan untuknya dari apa yang ia lakukan, aku kira kamu memang patut untuk disalahkan. Kalian berdua sama."

Mariah merasa terhantam oleh kebenaran pahit dari mulut perempuan muda itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun