"Cepat! Keluar dari sini! Aku tidak bercanda!"
"Maafkan. A-aku ..."
Gadis itu menatapku dengan seksama. "Ayahnya Suzan?"
"Noy?"
Aku menutupi wajahku dengan kedua belah tangan karena malu, hanya berkaus singlet, bercelana pendek, dan rambut acak-acakan seperti orang gila, apalagi masuk secara tidak sopan ke kamar seorang gadis.
"Om sudah tidak waraskah? Apa yang Om lakukan di kamarku jam tiga pagi? Aku baru pulang dan hendak tidur."
Seseorang mengetuk pintu kamar. Noy berlari membukanya. Perempuan muda berdiri dengan wajah mengantuk. "Apa yang sedang terjadi, Noy? Kepalaku makin sakit mendengar ribut-ribut di sini."
Noy sepertinya sedang kesal. "Dia memanjat jendela seperti maling." katanya.
Noy kemudian pergi, lalu membiarkan perempuan itu berdiri dengan wajah bingung. Tidak lama, perempuan itu masuk dan menghampiriku. Begitu membuka matanya dengan sempurna dan melihat ke arahku, dia terkejut.
"Ayah? Apa yang Ayah lakukan di sini? "
Aku masih terduduk di bawah jendela dalam pandangan yang mungkin susah dipercaya bagi Suzan. Dia kemudian mendekati dan duduk di sampingku. Kami terpekur berdua.