"Ada lagi?"
"Aku berhenti merokok."
"O,ya? Benarkah? Ini bahkan lebih sulit dipercaya. Sejak kapan?"
"Tujuh bulan lalu."
"Wow. Alasannya?"
"Aku tidak ingin itu berisiko ke depan."
 Segampang itukah kesadarannya? Aku tahu betul bagaimana dia selalu menghabiskan berbatang-batang rokok dalam sehari dan bagaimana aku harus mengomelinya karena sering kali abu rokoknya mengotori karpet kesayanganku. Jika alasannya seperti yang dia ucapkan, itu sungguh upaya yang luar biasa untuk tidak menjadi perokok berat seperti dulu.
"Baguslah," kataku mengapresiasinya.
Prayaga mengangguk dan tersenyum. Kami terdiam beberapa saat sebelum mengobrol kembali.
"Kapan pernikahanmu?"
"Bulan depan."