Begitu menoleh ke arahnya, aku terkejut melihat laki-laki dengan rambut sebahu dan berewok tipis.
"Pra---Prayaga? Hai!"
Kami bersalaman, lalu menyentuhkan kedua pipi masing-masing, seperti yang dilakukan kebanyakan orang ketika bertemu.
"Apa kabarmu, Suzan?"
"Baik. Dan kamu? Kembali ke kota ini lagi?"
"Sepertinya, ya."
"O---"Entahlah, apakah ini sesuatu yang menyenangkanku atau sebaliknya. Sejak dua tahun lalu, aku memang belum pernah melihatnya lagi karena dia memilih tinggal di kota lain.
"Hei, aku dengar, kamu akan menikah?"
"Oh, ya, betul. Sekarang aku sedang sibuk mempersiapkannya."
"Selamat, ya."
Entah mengapa kami kemudian bertatapan untuk beberapa saat seakan-akan menyimpan rasa yang masih belum tuntas. Jika saja seorang pelayan tidak mengantarkan pesananku, mungkin saja kami terus terdiam terpaku.