Mohon tunggu...
Shofia Khairatun
Shofia Khairatun Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

penggiat sastra di waktu luang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Salam dari Dalam Sunyi

17 Juli 2024   15:05 Diperbarui: 17 Juli 2024   23:56 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak banyak yang bisa aku lakukan disini. Hanya duduk dipinggir dermaga sembari menatap pantulan wajahku pada air laut yang gelap. Memantulkan wajah seorang yang putus asa, yang lagi-lagi melimpahkan air mata akan kepastian yang tak kunjung datang.

Sama halnya dengan anak kembar pada umumnya, aku dan Sagara juga sering bertengkar. Tapi mungkin karena dia satu-satunya keluargaku selain Nenek, aku berusaha untuk tidak menaruh amarah padanya. Kecuali pertengkaran kami yang terakhir kali, saat itu aku tak tahu harus seperti apa perasaan dalam batin didefinisikan. Terlalu rumit...

"Kenapa kamu harus ngelakuin hal bodoh itu?!" Aku sudah naik pitam, amarah ini tak bisa lagi dipendam.

"Kamu kalau dengerin penjelasanku tadi, harusnya kamu paham" Sagara tak mengalihkan pandangannya dari sebuah botol kaca yang tertutup rapat, berisikan pelepah pohon tua yang bertuliskan huruf-huruf kuno yang tak kukenali.

Aku berdecak,"Gak gitu, maksudku-"

"Syaqila, coba dengerin dulu"

Kali ini Sagara mengalihkan pandangannya padaku dan meletakkan botol itu pada meja tak jauh darinya. Sorot matanya menatapku serius dengan tangannya yang bersedekap.

"Kamu tahu apa isi botol kaca itu? Ya, peta harta leluhur Kerajaan Majapahit yang diwariskan kepada keturunannya hingga sampailah di tangan orangtua kita. Orangtua kita tahu jika status keberadaan peta itu sudah tak aman lagi sekarang karena diperebutkan oleh pihak yang berniat jahat, maka mereka memutuskan menyembunyikan peta itu di pulau ini bersama kita yang masih belia. Kita dititipkan pada Nenek karena mereka takut jika kita hidup bersama mereka yang statusnya adalah buronan yang diincar, kita juga ikut dalam bahaya. Sejak saat itu orangtua kita hilang jejaknya entah kemana"

"Selama belasan tahun peta itu aman di rumah ini, sampai kemarin sekelompok orang asing ngelabrak rumah kita. Kami tahu kan, gimana orang-orang asing itu geledah seluruh sudut rumah kita, terus bentak-bentak kita dimana peta itu disimpan? Kita yang gak tau apa-apa juga gak bisa berbuat apapun"

Sagara membisu sejenak, memperhatikan lautan yang tenang lewat jendela yang terbuka. Dalam benakku pun terngiang sebuah ancaman yang dilontarkan oleh salah seorang dari orang-orang asing tersebut.

"Entah kapan kami akan kembali kesini lagi. Jadi sebelum kami datang lagi, peta itu sudah harus siap di hadapan mata kami. Kalau sampai peta itu tidak ada, kalian akan habis di tanganku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun