Mungkin aksara-aksara sendu ini masih belum mampu mengetuk hatimu yang terlanjur mengeras oleh kenyataan. Tapi aku berharap kamu tetap mau mendengar kisah sendu ini. Sebuah kisah yang tak tahu dimana ujungnya.
Jika benar ada keajaiban di dunia ini, berdoa saja semoga aku bisa kembali menginjakkan kakiku pada pulau sederhana nan indah itu. Semoga aku bisa melihatmu yang menyambutku tanpa air mata itu lagi. Semoga aku juga bisa mendapat jawaban dari setiap tanda tanya yang berenang-renang dalam benak. Semoga kita bisa bahagia kembali.
Aku tunggu kamu di ujung dermaga seperti biasa.
***
Aku langsung tersentak dari ranjangku, lalu menoleh ke aras ejndela yang terbuka. Langit masih gelap dengan beberapa gemintang yang bertebaran di sana. Ternyata jika dilihat-lihat masih pukul empat dini hari.
Aku menyeka peluh yang telah membasahi dahiku. Berusaha menetralisir nafas yang terengah-engah, meski pikiranku yang kacau tak bisa kunetralisir.
Sagara...barusan dia berbicara dalam mimpiku?
Bersama rasa acuh tak acuh akan keadaan sekitar yang masih gelap, tanganku bergerak membuka pintu rumah kemudian berlari menuju tempat biasa kami memandang sunset.
Aku tunggu kamu di ujung dermaga seperti biasa.
Sagara, aku mendengarmu!
Dalam sebuah gerakan yang dramatis, dengan rambut tergerai yang berkibar oleh angin dan air mata yang berusaha ditahan di pelupuk mata, langkahku menapaki dermaga kayu yang telah terbengkalai. Hingga tiba di ujung dermaga yang langsung disambut luasnya hamparan samudra. Tak ada hasil yang aku dapatkan selain sebuah kehampaan.