Hukum kewarganegaraan merupakan seperangkat aturan yang berkenaan dengan segala hal yang berhubungan dengan warga negara (staatsburgers). Di dalam UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada dasarnya prinsip kewarganegaraan tunggal tetap dipertahankan. UUDNRI 1945 Pasal 26 menyatakan bahwa: (1) Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. (2) Penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. (3) Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Dalam hal ini Indonesia sebaiknya tidak mengubah politik hukum kewarganegaraannya dari sistem kewarganegaraan tunggal dan ganda terbatas menjadi sistem kewarganegaraan ganda tidak terbatas, karena:
- Bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945). Dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, pada alinea ke empat ditegaskan bahwa kemerdekaan Kebangsaan Indonesia disusun dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Pancasila.
- Bertentangan dengan Pancasila Sila ke tiga yaitu Sila Persatuan Indonesia, yang dimana dalam sila ini di latarbelakangi oleh sejarah rakyat yang panjang untuk memperoleh kemerdekaan nasional bangsa Indonesia. Sejarah perjuangan yang panjang dan berhasil, berbarengan dengan citacita untuk membangun Indonesia yang berkepribadian, menjadi landasan lahirnya semangat Kebangsaan. Semangat Kebangsaan dan Persatuan akan menyuburkan rasa cinta kepada tanah air, yang akan membangkitkan kemauan untuk membela dan mempertahankan negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dengan demikian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada dasarnya tidak mengenal kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan kepada anak hasil perkwainan campur dalam Undang-Undang ini merupakan suatu pengecualian.
C. Cara Menentukan Status KewarganegaraanÂ
Berdasarkan Konvensi Den Haag tahun 1930 Pasal 1, menyatakan bahwa negara memiliki hak mutlak untuk menentukan keputusan mengenai kewarganegaraannya. Oleh karena itu, untuk menentukan status kewarganegaraan seseorang terdapat dua asas, yaitu asas ius sanguinis dan asas ius soli. Asas ius sanguinis adalah asas yang menentukan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunannya (law of the blood). Asas ius soli adalah asas yang menentukan status kewarganegaraan seseorang berdasarkan tempat dilahirkannya (law of the soil) (isharyanto,2015)
Saat ini banyak orang di suatu negara pergi ke luar negeri yang bisa saja melahirkan anaknya di negara yang ia kunjungi tersebut agar kesehatannya lebih terjamin dalam proses persalinan. Apabila menganut asas kewarganegaraan sama antara negara asal dengan negara tempat ia melahirkan atau dilahirkan, maka tidak akan terjadi permasalahan (lazuardi,2020). Namun, apabila kedua negara tersebut menganut asas kewarganegaraan yang berbeda, maka dapat terjadi permasalahan seperti mengakibatkan seseorang memiliki status kewarganegaraan ganda (bipatride, double citizenship) ataupun tidak memiliki kewarganegaraan satupun (apatride, stateless).
Apabila orang yang apatride atau tidak memiliki kewarganegaraan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan, maka tidak ada negara yang melindunginya. Orang yang bipatride akan mengalami kesulitan saat negara-negara kewarganegaraannya tersebut sedang ada masalah atau bermusuhan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut terdapat tiga cara menentukan status kewarganegaraan seseorang, yaitu:
1. Penggunaan asas kombinasi dalam sistem hukum nasional
Asas kombinasi digunakan di dalam sistem hukum nasional dengan mengutamakan salah satu asas tetapi tidak mengabaikan asas lain. Mengutamakan asas ius sangunis tetapi tidak mengabaikan asas ius soli dan sebaliknya mengutamakan asas ius soli tetapi tidak mengabaikan asas ius sanguinis. Selain itu, juga digunakan asas kewarganegaraan secara khusus, yaitu asas kewarganegaraan tunggal dan asas kewarganegaraan ganda terbatas. Asas kewarganegaraan tunggal yaitu asas yang menentukan status kewarganegaraan semua orang. Asas kewarganegaraan ganda terbatas yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda untuk anak-anak sesuai ketentuan hukum yang bersangkutan.
2. Perjanjian bilateral
Perjanjian bilateral adalah perjanjian antara dua negara atau dua pihak. Pelaksanaan regulasi internasional atau perjanjian bilateral mengenai kewarganegaraan di Indonesia yaitu mendata serta memberikan status kewarganegaraan penduduk Indonesia keturunan pemukim, pada tanggal 27 Desember 1949 dilaksanakan persetujuan tentang pembagian warga negara antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda, dan perjanjian Dwi Kewarganegaraan antara Republik Indonesia dengan Republik Rakyat Cina yang terdapat di dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1985.