Aku masih punya harapan, meski selang infusan sudah terpasang. Kuharap tanda-tanda kehidupan itu masih ada, kuharap keajaiban itu bisa saja terjadi.
Hingga tiba saatnya seorang dokter muda menarik sebuah mesin bermonitor, USG.
"Bagaimana? Bayinya sehat kan, Dok?"
"Udah gak ada ...." jawabnya dengan enteng.
"Masih ada?" Aku meyakinkan pendengaran yang kuharap salah.
"Bayinya udah gak ada, Bu. Bisa lihat layarnya? Ini kepala bayinya," sambil ia perlihatkan rekaman hitam putih itu. "Nah, ini bagian paru-paru. Lalu yang ada tulang iga ini, jantungnya udah gak ada."
Sampai saat itu aku masih tenang. Entah kenapa keyakinan itu seolah kuat jika bayiku hanya mengerjai ibunya. Meski kuakui sudah sedikit goyah.
"Jenis kelaminnya?"
"Belum diketahui. Nanti kita akan tahu setelah dia lahir."
"Kapan dilakukan penanganan?"
"Sekarang juga."