Mohon tunggu...
Shindy Nilasari
Shindy Nilasari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

masih terus belajar untuk membanggakan ortu :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Catatan Absurd: Mereka Ini yang Ada di Sekitarku

6 September 2016   14:24 Diperbarui: 6 September 2016   14:28 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Iyo, nona. Hehehe.”

Itu baru satu. Lain di Jayawijaya, lain juga di Tolikara…

 

Sekolah Internasional di Pedalaman Hutan Rimba Papua

Apa yang kalian pikirkan kalau mendengar dua patah kata, “sekolah internasional”? Apakah sekolah yang berada di kota besar dengan segala macam fasilitas mewahnya? Atau sekolah dengan murid-murid yang setiap harinya diantar-jemput naik mobil kinclong?”

Percaya nggak kalau di Kabupaten Tolikara, tepatnya di Distrik Bokondini terdapat sebuah sekolah berstandar internasional? Yappp, ada loh. Namanya Ob Anggen School. Ob Anggen dalam bahasa setempat (bahasa Lanny, Papua) artinya “bibit unggul”, itu kata salah seorang KSK di kantor yang asli lahir-besar disana. Sementara itu, kalau masyarakat sini biasa menyebutnya Sekolah Barat. Kalau suka nonton Alenia’s Journey, pasti tahu sekolah ini.

sumber: KOMPASIANA.com (Asep Burhanudin)
sumber: KOMPASIANA.com (Asep Burhanudin)
Ob Anggen School sebenarnya merupakan sebuah sekolah swasta bentukan warga negara asing dan merupakan sekolah berbasis pendidikan agama Nasrani, dari tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) hingga SLTP. Kurikulum di sekolah ini memang menggunakan standart internasional. Bahasa pengantarnya pun menggunakan bahasa Inggris. Para gurunya pun merupakan warga negara asing alias bule. Siswanya juga belajar menggunakan internet dan tablet. Woooowww, keren kaann??

Anak-anak Distrik Bokondini. Dok: Shindy Nilasari
Anak-anak Distrik Bokondini. Dok: Shindy Nilasari
Pernah suatu waktu ketika saya berada di distrik ini dan jalan-jalan disekitar sekolah ini, para siswanya sedang bermain “gobak sodor” dan mereka saling berbicara menggunakan bahasa Inggris, yang saya pun masih berpikir lama untuk mencerna apa yang sedang mereka katakan. Kebayang nggak anak-anak Papua pedalaman sekolah bareng anak bule, ngomongnya pun pakai bahasa Inggris? Bukan hanya itu, sekolah ini juga memiliki sumber daya sendiri untuk mendukung fasilitas belajar-mengajar, seperti listrik, air, serta pemancar internet dan telepon selular.

Distrik Bokondini merupakan distrik yang sangat minim akan fasilitas penunjang kehidupan – sama seperti distrik-distrik lain pada umumnya di Kabupaten Tolikara – seperti listrik. Tapi Ob Anggen School memiliki pembangkit listrik sendiri. Sekolah ini juga memiliki fasilitas internet sendiri, juga nomor telepon selular sendiri. Bayangkan saja, ketika sudah berada di distrik ini maka kita akan betul-betul terputus komunikasi dengan dunia luar – karena sinyal operator lokal tidak menjangkau hingga ke tempat-tempat seperti ini. Dan kalau mau tetap komunikasi lancar, maka kita harus beli nomor lagi di Ob Anggen School, kalau saya sih bilangnya nomor Bokondini. Harganya seratus ribu rupiah, belum termasuk pulsa. Hahahaha, mahal kan? Jangkauan sinyalnya pun hanya disekitar wilayah Ob Anggen School saja, kira-kira seperti dari kampus STIS sampai apotek K-24 bawah jembatan. Lewat dari situ, sinyalnya sudah hilang. Tapi, selama berada dalam jangkauan wilayah ini, kita bisa teleponan dan sms-an dengan siapapun se-Indonesia, tentunya dengan tariff yang jauh lebih mahal. Maklumlah, di pedalaman…

Anak-anak yang sekolah di tempat ini biasanya merupakan anak-anak dari masyarakat sekitar, atau ada juga anak-anak yang berasal dari kampung-kampung pedalaman di sekitarnya. Kampung di Papua bukan seperti kampung di Jawa loh ya... Sekampung-kampungnya di Jawa,  kebanyakan masih bisa ditembus pakai motor. Tapi, disini yang namanya kampung, betul-betul di tengah hutan belantara. Kalian nggak akan sangka kalau ada orang yang tinggal disana. Karena memang jalan masuknya pun harus menembus hutan dan hanya bisa dengan berjalan kaki. Just imagine that...

Pergi ke sekolah. Dok: Shindy Nilasari
Pergi ke sekolah. Dok: Shindy Nilasari
Anak-anak itu berjalan kaki menyusur hutan untuk bisa sampai ke sekolah,sambil membawa noken di atas kepala yang isinya pakaian atau buku. Kebayang nggak sih, harus susur hutan-sebrangi sungai untuk bisa sampai ke sekolah? Jangan kira mereka punya uang sangu untuk jajan. Bekal mereka itu cuma ubi, ubi, dan ubi…Setiap hari makannya ubi. Saya aja nggak kuat. Sumpah, muka udah pucat tapi harus tetap dipaksa jalan. Khawatir kalau kebanyakan berhenti, bisa malam-malam di tengah hutan begini. Tentunya jadi lebih berbahaya… Malu ya adik-adik, kalau sekolahnya dekat terus dapat uang sangu dan bekal makan, tapi masih bolos. Hehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun