Mohon tunggu...
Shifa Indriani
Shifa Indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Teknologi Digital Tahun 2020

Halo teman-teman! salam kenal, semoga yang saya sampaikan disini bermanfaat bagi pembaca semua! enjoy and happy reading!~~

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Teori TAM (Technology Accaptance Model), Metode Pembayaran, E-Wallet, QRIS dan Keputusan Pembelian

14 Mei 2024   22:22 Diperbarui: 14 Mei 2024   22:55 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Technology Acceptance Model (TAM)

Menurut Priambodo dan Prabawani dalam jurnal (Lintang et al., 2023b) terdapat penerimaan teknologi yang biasa disebut Technology Acceptance Model (TAM). Fred D. Davis mendirikan TAM pada tahun 1989. TAM adalah salah satu teori perilaku yang menjelaskan cara tentang pendekatan pemanfaatan sebuah teknologi. Model TAM ini adalah metode yang sangat bermanfaat untuk menentukan tingkat penerimaan teknologi individu.

Menurut Rizky Wicaksono (2022:2) Fred Davis mengembangkan TAM dalam tesis doktoralnya pada tahun 1986, "A Technology Acceptance Model for Empirically Testing New End-User Information Systems."  Technology Acceptance Model (TAM) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1986 oleh Fred Davis dan digunakan untuk menjelaskan bagaimana pengguna menerima teknologi informasi baru, seperti perangkat lunak atau sistem informasi manajemen. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, TAM telah berkembang menjadi bagian dari berbagai teknologi, seperti media sosial, dan teknologi ponsel.

Seiring berjalannya waktu Technology Acceptance Model (TAM) mengalami peningkatan dan pengembangan dari tahun ke tahun. Menurut Rizky Wicaksono (2022:2) Venkatesh dan Davis membuat TAM 2 pada tahun 2000. Kemudian menambahkan variabel baru yaitu perceived usefulness dan perceived ease of use, serta menggabungkan norma subjektif dan sikap menjadi satu variabel, yaitu  social influence. 

Persepsi kegunaan mengacu pada seberapa besar pengguna percaya bahwa teknologi akan membantu mereka mencapai tujuan pribadi atau bisnis mereka. Sementara itu, persepsi kemudahan penggunaan mengacu pada seberapa mudah pengguna menggunakan teknologi. TAM 2 menambahkan kembali variabel, yaitu experience (pengalaman). Karena dengan pengalaman sebelumnya akan mempengaruhi persepsi kegunaan dan kemudahan penggunaan, serta pengaruh sosial.

  • Perceived Usefullness (Persepsi Manfaat)

Menurut Permana et al., (2012:15) David 1989 menyatakan bahwa perceived usefulness didefinisikan sebagai manfaat yang di persepsikan dengan menggunakan sistem tertentu seseorang percaya akan meningkatkan kinerjanya. Menurut Thompson dalam jurnal (Japarianto & Anggono, 2020) beliau berkata bahwa perceived usefulness adalah manfaat yang diharapkan oleh para pengguna informasi dalam melaksanakan tugas.

Menurut Rizky Wicaksono (2022:38) perceived usefulness (persepsi kegunaan), adalah komponen penting dalam Technology Acceptance Model (TAM). Perceived usefulness (persepsi kegunaan) ditentukan oleh sejauh mana teknologi dapat membantu individu dalam melakukan tugas atau mencapai tujuan. Perceived usefulness (persepsi kegunaan) dipengaruhi oleh kegunaan teknologi dan kemampuan teknologi untuk memenuhi kebutuhan pengguna.

Menurut pendapat beberapa ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak keuntungan yang dirasakan oleh pengguna maka semakin besar minat pengguna untuk melakukan pembelian.

Indikator Perceived Usefullness

Menurut Rizky Wicaksono (2022:38–42) terdapat beberapa indikator dalam perceived usefulness, antara lain:

1. Efektivitas Teknologi

Efektivitas teknologi adalah sebuah kemampuan teknologi untuk memecahkan masalah atau juga dapat membantu pengguna dalam memenuhi tujuannya. Oleh karena itu, untuk memastikan bahwa teknologi dapat memenuhi kebutuhan pengguna, pengembangan harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna.

2. Keuntungan Teknologi

Keuntungan teknologi yaitu persepsi seseorang tentang keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan teknologi. Keuntungan teknologi dapat mencakup keuntungan finansial, waktu, atau keuntungan lainnya.

3. Keterkaitan Teknologi dengan Tugas

Keterkaitan teknologi dengan tugas yaitu sebuah persepsi yang dimana seorang individu melihat sejauh mana teknologi tersebut mampu membantu tugas yang mereka lakukan. keterkaitan teknologi dengan tugas adalah dapat mempercepat proses tugas.

4. Relevansi Teknologi

Persepsi seseorang tentang relevansi teknologi dengan kebutuhan mereka disebut relevansi teknologi.

  • Perceived Ease Of Use (Persepsi Kemudahan)

Menurut Rizky Wicaksono (2022:33) salah satu elemen penting dalam Technology Acceptance Model (TAM) adalah perceived ease of use, atau persepsi kemudahan penggunaan. Persepsi kemudahan penggunaan mengacu pada seberapa mudah seseorang memanfaatkan teknologi. Menurut (Nurhapsari & Sholihah, 2022) perceived ease of use adalah sejauh mana seseorang percaya bahwa menggunakan teknologi tertentu akan menjadi mudah bagi mereka untuk melakukan aktivitas, itu adalah salah satu alasan mereka bersedia menerima dan menggunakan teknologi tersebut.

Menurut (F. Gunawan et al., 2019) persepsi kemudahan penggunaan didefinisikan sebagai tingkat atau kondisi di mana seseorang percaya bahwa menggunakan suatu sistem tertentu tidak memerlukan usaha. Jika suatu teknologi dianggap mudah digunakan, orang akan memilih untuk menggunakannya.

Indikator Perceived Ease of Use

Menurut Rizky Wicaksono (2022:33–34) terdapat beberapa hal yang diukur dalam perceived ease of use antara lain:

1. Kemudahan Belajar

Kemudahan belajar yaitu sebuah persepsi seseorang tentang seberapa mudah teknologi dipelajari. Kemudahan belajar terkait dengan desain antarmuka dan fitur teknologi yang membantu pengguna untuk belajar.

2. Kemudahan Penggunaan

Kemudahan penggunaan adalah persepsi individu tentang sejauh mana teknologi mudah digunakan setelah dipelajari.

3. Ketersediaan Dukungan Teknis

Maksudnya adalah dimana sebuah persepsi yang dimiliki pengguna tentang kemudahan penggunaan teknologi dapat dipengaruhi oleh ketersediaan dukungan teknis untuk membantu kesulitan dalam menggunakan teknologi.

4. Ketersediaan Sumber Daya

Bagaimana seseorang melihat ketersediaan sumber daya, seperti komputer, perangkat lunak, dan jaringan internet, disebut ketersediaan sumber daya. Ini dapat memengaruhi bagaimana seseorang melihat kemudahan penggunaan teknologi.

  • Social Influence (Pengaruh Sosial)

Menurut (Upadhyay et al., 2022) Sosial Influence merupakan dampak besar yang berasal dari pendapat yang beredar di lingkungan seseorang. Ada kemungkinan besar bahwa dinamika ini dapat mempengaruhi niat konsumen dan pola perilaku mereka. Potensi fenomena ini menjadi sangat jelas selama interaksi yang ditandai oleh peningkatan intensitas di antara individu, sering kali menyebabkan pergeseran persepsi dan perubahan dalam pengambilan keputusan (Sunny & George, 2018).

Indikator Social Influence

Menurut (Akinnuwesi et al., 2022) dapat diketahui beberapa indikator dari Social Influence, sebagai berikut:

1. Banyak orang yang menggunakan teknologi tersebut

2. Mendapatkan rekomendasi teknologi tersebut

  • Experience (Pengalaman)

Menurut (Sanjiwani et al., 2020) produk yang dapat digunakan dan berfungsi dengan baik belum dapat dianggap berhasil jika tidak memberikan kesan dan pengalaman yang baik bagi penggunanya. Menurut Santi & Erdani (2021:4) persepsi dan tanggapan dari seseorang yang dihasilkan oleh sebuah penggunaan teknologi. 

Indikator Experience

Terdapat beberapa indikator dari experience dalam jurnalnya menurut (Dharmawan & Sitorus, 2019), yaitu:

1. Happiness yang berarti kepuasan, yang dimana dapat memungkinkan seseorang untuk merekomendasikan ke orang lain dan merasakan kemudahan.

2. Efisiensi yaitu seberapa cepat teknologi tersebut dapat menyelesaikan tugas dan efektivitas adalah keberhasilan dari penyelesaian tugas yang meminimalisir kesalahan yang terjadi.

3. Earning yang biasa disebut persepsi pengguna mengenai manfaat dan keuntungan yang diperoleh saat mengakses suatu produk.

4. Uptime adalah persepsi pengguna mengenai jaminan ketersediaan informasi dan kehandalan fitur.

  • Trust (Kepercayaan)

Menurut Kotler & Armstrong, p. (2016:181) kepercayaan adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu seperti, pengetahuan, pendapat, atau keyakinan nyata dapat menjadi dasar percaya, yang dapat menyebabkan emosi atau tidak. Karena kepercayaan yang dibangun orang tentang produk dan layanan tertentu membentuk citra merek dan produk, pemasar akan mempengaruhi perilaku pembelian konsumen.

Menurut (Al-Sabaawi et al., 2021) interaksi antara teknologi dan sistem menunjukkan pentingnya kepercayaan. Dalam situasi seperti ini, kepercayaan suatu sistem menjadi sangat penting karena berfungsi sebagai penentu faktor dalam mendorong adopsi pelanggan. Akibatnya, konsumen lebih cenderung terlibat dengan suatu sistem ketika keandalan dan keamanannya sudah terjamin, menunjukkan peran penting kepercayaan dalam membentuk niat pelanggan. Sebagai dasar, kepercayaan sangat penting untuk jaringan perilaku dan keinginan konsumen dalam dunia teknologi modern.

Indikator Trust

Menurut (Siagian et al., 2022) dapat diketahui beberapa indikator dari trust, sebagai berikut:

1. Mempercayai semua orang yang terlibat dalam pembayaran aplikasi digital, seperti penjual dan pembeli

2. Mempercayai mekanisme keamanan aplikasi pembayaran digital

3. Mempercayai layanan aplikasi pembayaran digital

4. Mempercayai informasi yang diberikan selama proses aplikasi

Metode Pembayaran

Menurut (Bank Indonesia, 2020b) sistem pembayaran adalah sistem yang melibatkan transaksi antara dua pihak yang melibatkan pertukaran atau pemindahan sejumlah uang terhadap masing-masing pihak. Pihak-pihak ini berfungsi sebagai penerima dan pemberi uang yang ditukar, seperti dalam bentuk barang atau jasa. Alat yang digunakan untuk menukar atau memindahkan uang ini beragam, mulai dari alat pembayaran yang sederhana seperti uang hingga penggunaan sistem yang kompleks dan canggih.

  • Tunai

Sistem pembayaran tunai adalah sistem di mana alat pembayarannya adalah sejumlah uang kertas atau logam yang ditukar oleh dua orang selama proses pertukaran barang atau jasa. Uang sendiri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat disimpan, digunakan sebagai alat penilaian, atau digunakan sebagai alat pertukaran (Rahmawati et al., 2020).

Menurut Mahtumah (2021) tunai adalah pembayaran secara cash atau langsung. Pembayaran tunai banyak digunakan dalam transaksi sehari-hari karena penggunaannya sangat mudah.

  • Non Tunai 

Alat pembayaran yang tidak menggunakan uang kartal (uang kertas atau uang logam) disebut sebagai alat pembayaran secara nontunai. Uang kartal sudah dianggap tidak efisien lagi. Ada berbagai jenis alat pembayaran non tunai yang sering digunakan, termasuk kartu ATM, kartu kredit, e-money, dll.

Menurut (Simanjuntak et al., 2022) pembayaran non tunai adalah pembayaran yang dilakukan tanpa menggunakan uang tunai yang beredar melainkan menggunakan cek atau bilyet giro (BG) dan menggunakan sistem pembayaran elektronik berbasis kartu. Terdapat 4 prinsip dalam penyelenggaraan sistem pembayaran non tunai menurut (Bank Indonesia, 2020b) yaitu:

1. Keamanan

Penyelenggara sistem pembayaran harus bertanggung jawab atas semua risiko yang terkait dengan sistem pembayaran, seperti kredit, likuiditas, dan penipuan.

2. Kesetaraan akses

BI tidak setuju dengan praktik monopoli penyelenggaraan sistem yang dapat menghalangi bisnis ekonomi lainnya untuk berpartisipasi dan menyelenggarakan sistem.

3. Perlindungan konsumen

Dalam divisi perlindungan konsumen, BI harus dapat menjamin adanya kepastian hukum bagi pembuat jasa dan konsumen. Konsumen dan penyedia jasa dapat mengajukan pengaduan kepada BI jika mereka mengalami masalah.

4. Efesiensi

BI harus memastikan bahwa sistem pembayaran berjalan secara efisien, digunakan oleh banyak orang, dan biaya publik menjadi lebih rendah.

E-Wallet (Dompet Digital)

Menurut Peraturan Bank Indonesia (2016) nomor 18/40/PBI/2016, e-wallet adalah layanan elektronik yang memungkinkan pengguna menyimpan data instrumen pembayaran, seperti kartu kredit, uang elektronik, dan bahkan dana untuk pembayaran.

Dalam jurnal (Hidayat et al., 2020) menurut Lanier (2010) Perangkat lunak yang disebut "e-wallet" memungkinkan pengguna menyimpan uang digital, melakukan pembayaran digital, dan melakukan berbagai jenis transaksi tanpa menggunakan uang tunai. E-wallet telah digambarkan sebagai cara untuk membayar sesuatu dengan perangkat seperti komputer atau smartphone. E-wallet juga dapat mengintegrasikan konten dan perilaku dompet fisik ke dalam perangkat digital.

QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard)

Menurut (Bank Indonesia, 2020a) Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), juga dikenal sebagai QRIS, dibuat oleh industri sistem pembayaran bersama dengan Bank Indonesia untuk membuat transaksi dengan QR Code lebih mudah, cepat, dan aman. Semua  Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) yang menggunakan QR Code harus menerapkan QRIS, karena dianggap efektif dan efisien. 

  • Perbedaan Transaksi Sebelum dan Sesudah QRIS

Metode Transaksi Sebelum QRISMetode Transaksi Sesudah QRISUntuk konsumen yang akan melakukan pembayaran secara non tunai harus memiliki applikasi yang tersedia pada merchant. Merchant akan menyediakan beberapa aplikasi pembayaran di tokonya.Saat ini merchant hanya menyediakan satu QR Code di toko yang dapat di scan dengan berbagai aplikasi pembayaran di smartphone.

Sumber: www.bi.go.id

  • Tujuan dan Manfaat QRIS 

Banyak sekali kemudahan dan manfaat ataupun keuntungan yang didapatkan dari hadirnya QRIS sebagai penunjang bisnis untuk lebih maju dan berkembang. Menurut (Erayon Handayani, 2020) terdapat 6 manfaat dari QRIS, yaitu:

1. Mempermudah Proses Transaksi

Untuk menerima pembayaran digital kini cukup hanya dengan menyediakan satu QR Code untuk menerima pembayaran dari berbagai aplikasi, dengan begitu transaksi non-tunai akan berjalan lebih efektif dan efisien.

2. Menyediakan Lebih Banyak Alternatif Pembayaran

Dari berbagai bank dan e-wallet (Dana, OVO, Shopeepay dan LinkAja) pembayaran digital dapat dilakukan melalui QRIS.

3. Mencegah Peredaran Uang Palsu

Penggunaan QRIS dapat meminimalisir resiko peredaran uang palsu yang dapat merugikan, dengan menggunakan QRIS akan menimbulkan cashless society.

4. Meja Kasir Lebih Rapih, Modern, dan Kekinian

Toko atau sebuah usaha akan terkesan lebih modern dan kekinian dengan melayani berbagai pembayaran digital. Meja kasir pun dapat tampak lebih rapi dipandang mata dengan menampilkan satu QR Code untuk menerima berbagai aplikasi pembayaran.

5. Mempermudah Pendaftaran Merchant

Cukup hanya dengan mendaftar QRIS satu kali sudah dapat menerima pembayaran digital. Merchant tidak perlu mendaftar satu per satu lagi.

6. Mempermudah Pemantauan dan Analisis Keuangan Bisnis

Semua data transaksi terekam otomatis sehingga tidak perlu mencatat transaksi secara manual. Maka dari itu dapat dengan mudah memantau riwayat transaksi yang terjadi.

  • Jenis Pembayaran Menggunakan QRIS 

Menurut (Bank Indonesia, 2020a) terdapat 3 jenis pembayaran menggunakan QRIS, yaitu:

1. Merchant Presented Mode (MPM) Statis

Perniagaan hanya perlu menampilkan satu sticker atau printout QRIS secara gratis. Pengguna hanya perlu melakukan scan, mengisikan jumlah, mengisikan PIN, dan kemudian klik tombol bayar. Baik pembeli maupun penjual menerima notifikasi transaksi secara langsung. Bisnis kecil dan mikro sangat cocok menggunakan QRIS MPM Statis.

2. Merchant Presented Mode (MPM) Dinamis

QR dikeluarkan secara gratis melalui perangkat seperti smartphone atau mesin EDC. Pelanggan harus melakukan scan QRIS yang tampil atau tercetak setelah penjual memasukkan jumlah pembayaran. QRIS MPM Dinamis ideal untuk bisnis dengan volume transaksi tinggi dan skala usaha menengah dan besar.

3. Customer Presented Mode (CPM)

QRIS CPM lebih ditujukan untuk bisnis yang membutuhkan kecepatan transaksi tinggi, seperti penyedia parkir, transportasi, dan ritel modern. Pelanggan dapat menunjukkan QRIS dari aplikasi pembayaran pelanggan untuk discan oleh merchant.

Keputusan Pembelian

Keputusan pembelian termasuk kedalam bagian perilaku konsumen. Perilaku konsumen tentang bagaimana individu membeli untuk memuaskan keinginan mereka. Sebelum memutuskan untuk membeli suatu produk, seorang konsumen pada dasarnya melakukan proses pengambilan keputusan terlebih dahulu. Menurut (Tjiptono & Diana, 2020) konsumen melakukan keputusan pembelian selama proses mengenal barang atau merek tertentu dan menilai seberapa baik masing-masing alternatif dapat menyelesaikan masalah yang mereka hadapi sebelum membuat keputusan.

Menurut D. Gunawan (2022) keputusan pembelian adalah tindakan dan proses psikologis yang dilakukan oleh pembeli sebelum mengambil keputusan akhir untuk membeli barang dan jasa tertentu dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan individu, kelompok, dan organisasi.

Dalam jurnal (Kumbara, 2021) menurut Kotler dan Amstrong (2017:180) sebuah proses pengambilan keputusan yang kompleks membutuhkan banyak keputusan. Keputusan ini melibatkan pilihan antara dua atau lebih alternatif. Ketika konsumen membuat keputusan untuk membeli sesuatu, mereka juga mungkin memutuskan untuk membeli barang yang mereka sukai. Keputusan mereka untuk mengubah, menunda, atau menghindari sesuatu sangat dipengaruhi oleh resiko yang dirasakan.

Dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian merupakan tindakan serangkaian kegiatan konsumen dalam menilai produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan sehingga timbul keputusan pembelian.

  • Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian

Perilaku konsumen menjadi salah satu hal yang dapat mempengaruhi dalam keputusan pembelian. Dari hal tersebut muncul beberapa faktor yang dilakukan konsumen untuk memenuhi keinginan dan kebutuhannya. Menurut David dan Hawkins dalam (Nugraha, 2023) menyatakan bahwa faktor-faktor tersebut adalah:

1. Faktor Pribadi:

Hal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian dari faktor pribadi ialah, jenis kelamin, usia, pendapatan, kepribadian dan gaya hidup.

2. Faktor Psikologis:

Faktor psikologis yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam keputusan pembelian adalah persepsi, keyakinan, motivasi, belajar dan juga sikap.

3. Faktor Sosial:

Seperti keluarga, teman, budaya dan kelompok referansi dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam mengambil keputusan pembelian.

4. Faktor Situasional:

Faktor situasional dalam melakukan keputusan pembelian adalah seperti kondisi lingkungan, situasi pembelian, waktu dan juga tempat.

5. Faktor Pemasaran:

Faktor pemasaran dalam melakukan keputusan pembelian adalah harga, promosi, produk dan saluran distribusi.

  • Indikator Keputusan Pembelian

Indikator pembelian adalah variabel kendali yang dapat membantu perusahaan mengukur bagaimana perubahan terjadi pada kejadian atau suatu kegiatan baik secara langsung maupun tidak langsung. Indikator keputusan dapat digunakan untuk mengevaluasi keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Menurut Kotler dan Keller dalam (Nugraha, 2023) terdapat beberapa faktor dalam indikator keputusan pembelian, yaitu:

1. Kepercayaan

Konsumen lebih cenderung membeli barang atau jasa dari merek atau perusahaan yang mereka percayai karena mereka merasa yakin akan kualitasnya. Ini dikenal sebagai kepercayaan.

2. Kepuasan

Konsumen yang merasa puas dengan produk atau jasa setelah membeli dan menggunakannya cenderung membeli lagi dan merekomendasikan produk atau jasa tersebut kepada orang lain. Mereka ingin memastikan bahwa produk tersebut unggul dan lebih baik daripada produk lain.

3. Niat membeli ulang

Jika konsumen memiliki niat beli ulang yang tinggi, mereka cenderung membeli barang atau jasa yang sama lagi di masa depan. Konsumen cenderung memilih barang yang mereka sudah biasa gunakan karena mereka tidak nyaman mencoba barang baru dan harus menyesuaikan diri lagi.

4. Word of mouth (WOM)

Mengacu pada seberapa sering kosumen merekomendasikan barang atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan kepada orang lain. WOM dapat menjadi indikator penting dalam membuat keputusan pembelian konsumen karena dapat mempengaruhi persepsi pelanggan tentang merek atau perusahaan tersebut. Word of Mouth adalah kegiatan pemasaran yang memicu konsumen untuk membicarakan suatu produk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun