Sepak bola sebagaimana semestinya dipandang sebagai permainan dari olahraga modern yang diciptakan oleh Barat, terlebih lagi Inggris. Namun, bagi pandangan penulis sepak bola bisa dibilang lebih dari sekedar permainan olahraga. terdapat banyak kisah-kisah yang termaktub dan tidak termaktub dibaliknya
Sekilas masa Pra-Tanzimat
Bila meninjau kembali sejarah yang ada, Turki atau lebih dikenal Kekhalifahan Utsmaniyyah untuk muslimin atau Kekaisaran Ottoman oleh Negara Barat di abad ke-19 kala itu telah melewati berbagai konflik internal dan Eksternal yang berimbas pada kestabilan Politik, Ekonomi, Sosial, Etnik Budaya, Agama di penjuru wilayah Kekhalifahan Utsmaniyah yang masih membentang pada sebagian tiga benua di muka bumi. disimpulkan oleh Negara Barat bahwa Kekaisaran Ottoman yang sama yang meruntuhkan Kekaisaran Bizantium Yunani, yang pernah menghadapi koalisi Negara Kristen, dan hampir mengancam Kekristenan pada Pengepungan Vienna di era Abad Pertengahan kini telah berubah dan bahkan terasa kemundurannya di abad ke-19. Kekaisaran Ottoman yang mereka kenal telah diibaratkan menjadi “Kakek Tua yang sakit-sakitan” yang dulu pernah jaya dan kini rapuh oleh berbagai problema atau “Sick Man of Europe” oleh perkataan sesosok Tsar Kekaisaran Russia bernama Tsar Nicholas I.
Selaku penikmat sejarah, penulis tidak heran bila sampai hati seorang Tsar atau penguasa Kekaisaran Russia mengatakan hal seperti itu karena di Abad ke-19 ini yang ditandai dengan Revolusi Industri, Eksplorasi dan Inovasi Pengetahuan secara besar-besaran, dan Ekspansi Kolonialisme dan Imperialisme oleh Negara Barat, memperlihatkan Turki atau Kekaisaran Ottoman terbilang tertinggal jauh dengan Barat bila bertolak ukur pada berbagai rentetan peristiwa seperti Perang Napoleon, Hilangnya kendali atas wilayah Mesir, Yunani yang berhasil memerdekakan diri, Konflik berkepanjangan dengan Imperialisme Barat terutama Russia, dll. Dari peristiwa tadi para Khalifah dan Pejabat Kekhalifahan Utsmani berupaya merubah dan membenahi apa yang perlu dibenahi dalam berbagai kebijakan yang dikenal oleh pada sejarah sebagai “Tanzimat” atau Reformasi
Tanzimat dan Awal dikenalnya Sepak Bola
Era Tanzimat yang oleh sejarawan berkisar 1839-1876 pada abad ke-19 merupakan periode reformasi besar-besaran yang dilakukan oleh Kekhalifahan Ottoman dalam upaya mengejar ketertinggalannya dari Barat. Reformasi ini mencakup berbagai sektor, termasuk militer, pendidikan, dan hukum. Pada masa ini, konsep-konsep modern mulai diperkenalkan, termasuk olahraga sebagai bagian dari pendidikan fisik.
Sepak bola mulai dikenal di Turki pada akhir abad ke-19, dibawa oleh komunitas asing, khususnya para pekerja Inggris yang bekerja di wilayah seperti Smyrna (Izmir), Salonik (Thessalonika), dan juga Ibukota Constantiniyye (Istanbul). Menurut Sejarawan dan Penulis Turki Mehmet Yuce, Pertandingan pertama yang tercatat terjadi di Izmir sekitar tahun 1890, dimainkan terutama oleh komunitas Inggris. Pertandingan-pertandingan ini berlangsung di daerah seperti Bornova, tempat berdirinya Football and Rugby Club di Izmir. klub-klub sepak bola di Turki kebanyakan awalnya didirikan oleh minoritas non-Muslim dan warga negara asing yang tinggal di Kekaisaran Ottoman.
Liga Sepak Bola Istanbul atau "İstanbul Futbol Ligi" menjadi Liga Resmi pendahulu Liga Sepak Bola yang ada di Turki, didirikan pada tahun 1904 setingkat liga sepak bola regional oleh James La Fontaine dan Henry Pears di Istanbul, ibu kota Kekaisaran Ottoman saat itu. Liga ini menjadi organisasi sepak bola pertama di Kekaisaran Ottoman, yang kemudian menjadi Turki.
Pada musim pertamanya di 1904-1905. pertandingan diadakan setiap hari Minggu antara empat tim: Moda FC, HMS Imogene, Elpis FC, dan Cadi-Keuy FC, yang membuat liga ini dikenal sebagai Istanbul Sunday League oleh pemainnya dan penontonnya yang kebanyakan berkebangsaan Inggris .
Selain itu banyak juga bermunculan Klub Sepak Bola yang diinisiasi oleh kelompok etnis dari Yunani, Armenia, dan Yahudi yang turut mewarnai keberagaman Sejarah olahraga Sepak Bola Kekhalifahan Utsmaniyah terutama Turki, namun seiring berjalannya waktu perlahan menarik perhatian kaum muda Turki, khususnya dari kalangan pelajar dan mahasiswa yang nanti ikut menginisiasi berdirinya klub-klub olahraga khususnya Sepak Bola.
Kaum intelektual yang menjadi penggebrak reformasi Tanzimat melihat sepak bola tidak hanya dijadikan sekadar permainan saja, tetapi juga sarana untuk meningkatkan disiplin, kerja sama, dan semangat kolektif terlebih terselubung dalam Gerakan Nasionalisme Turki Muda. Inilah awal mula sepak bola menjadi bagian dari kehidupan sosial di Kekhalifahan Ottoman, meskipun pada tahap ini masih terbatas pada kalangan elite.
Peran Pelajar dan Elit Akademisi Utsmani dalam Penyebaran Sepak Bola
Mehmet Yuce, Sejarawan dan penulis sejarah keolahragaan turki berpendapat berdirinya sekolah-sekolah modern dan universitas seperti Mekteb-i Sultani (Galatasaray High School) di Istanbul turut menyebarkan sepak bola pada tempat yang lebih luas di kalangan pemuda Ottoman. Sekolah-sekolah ini, yang mengadopsi kurikulum Barat, tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan dan bahasa asing, tetapi juga memperkenalkan olahraga modern. Galatasaray High School menjadi salah satu pusat penting dalam perkembangan sepak bola di Turki, di mana para pelajar mulai membentuk tim-tim lokal.
Kaum intelektual dan pelajar di universitas memainkan peran penting dalam memperkenalkan sepak bola ke masyarakat yang lebih luas. Mereka melihat olahraga ini sebagai cara untuk membangun identitas nasional yang kuat, terutama di tengah maraknya Imperialisme Barat dan disintegrasi internal kekhalifahan. Selain itu, sepak bola menjadi media untuk menyatukan berbagai kelompok etnis dan agama yang saling hidup berdampingan di bawah naungan Kekhalifahan Ottoman.
Sepak Bola, olahraga yang dicurigai Sultan Abdul Hamid II
Selama pemerintahan Khalifah atau Sultan Abdul Hamid II, terdapat pembatasan signifikan terhadap pertemuan publik dan aktivitas yang berpotensi membangkitkan semangat Nasionalisme yang tersebar luas yang tak lain bersumber dari Pemikiran Barat terutama Prancis. Rezim Sultan Abdulhamid II mengkhawatirkan Pemikiran dan budaya dari Barat dapat membahayakan keberlangsungan Kekhalifahan termasuk Olahraga Sepak Bola yang dibawa oleh Inggris Situasi ini membuat komunitas Muslim Turki kesulitan mendirikan klub sepak bola mereka sendiri. Meski begitu, semangat untuk sepak bola tetap bertahan. Pertandingan rahasia sering diadakan, seringkali menggunakan nama klub yang terdengar asing untuk menghindari kecurigaan. Sepak bola di Turki sepenuhnya didominasi oleh orang asing. Sementara mereka tidak menghadapi kendala dalam berorganisasi, warga Turki dilarang membentuk klub dan asosiasi akibat tekanan dari Sultan Abdulhamid II.
Terdapat cerita dimana Sultan Abdulhamid II menyetujui permintaan dari Duta Luar Negeri Pemerintah Inggris, untuk mempersilahkan kapal perang Inggris berlabuh di Istanbul sebagai mengenalkan kemegahan dan kehormatan Angkatan Laut Kekaisaran Britania Raya mereka. Abdulhamid II, yang memberikan kebebasan kepada pelaut dan warga Inggris yang berdiam di kapal tersebut untuk berolahraga, justru melarang warga Kekhalifahan untuk berolahraga serupa. Menunjukan seberapa khawatir Kekhalifahan pada sepak bola yang dapat menjadi alat mobilisasi massa pada warganya.
Meskipun terdapat dua klub Turki berhasil didirikan selama pemerintahan Abdulhamid, keduanya tetap mengalami tekanan. Klub Besiktas misalnya, hampir saja ditutup, sementara klub Galatasaray terpaksa mengganti warna kebesarannya akibat pengawasan ketat dari pemerintah.
Keberlangsungan pada awal pendirian Klub Sepak Bola di Turki
Banyak cerita yang beredar mengenai perjuangan bertahan atau tidaknya klub sepak bola turki dimasa awal-awal mereka merintis. Klub Besiktas misalnya, didirikan oleh sekelompok pemuda penggemar Gymnastik yang aktif menentang rezim. meskipun tidak dipungkiri pada catatan sejarah terdapat anggota mereka adalah anggota dari lingkaran Istana Kekhalifahan. Akibat aktivitas mereka, anggota mereka seringkali ditangkap dan dibawa ke Kantor Polisi Hasanpaşa, Distrik Kepolisian yang terkenal diawasi langsung oleh Tokoh Istana. Namun, setelah seorang pejabat istana menjelaskan situasi mereka kepada Sultan, mereka diizinkan melanjutkan kegiatan dengan alasan bahwa mereka tidak memainkan dengan “gaya menyamai orang-orang Inggris”
Sementara itu, pendiri klub Galatasaray, Ali Sami Yen, mengisahkan bahwa warna awal klub adalah merah dan putih. Namun, karena takut warna tersebut menunjukkan identitas Ideologi Nasionalisme Turki yang mereka bawa, warna klub diubah menjadi kuning dan hitam, lalu akhirnya menjadi kuning dan merah.
Pada tahun 1901, klub sepak bola Turki , "Black Stockings Football Club" atau para penduduk menyebutnya Siyah Çoraplılar, didirikan oleh Resat Danyal dan Fuat Hüsnü Kayacan (keduanya adalah pendahulu di dunia sejarah persepakbolaan di Turki) di Kadıköy, Istanbul bagian Asia. Namun, klub ini berumur pendek karena para pemainnya yang ditangkap dan ditahan setelah hanya memainkan satu pertandingan diawal berdirinya klub tersebutoleh polisi rahasia pemerintah rezim Sultan Abdul Hamid II.
Revolusi Konstitusi 1908 dan perhatian Gerakan Turki Muda pada Sepak Bola
Setelah pecahnya Revolusi Konstitusi 1908 Kekhalifahan Utsmaniyah atau dikenal Revolusi Turki Muda pada 24 Juli 1908 yang menggulingkan pemerintahan Abdulhamid II, sepak bola dan berbagai kegiatan lainnya mulai mendapatkan kebebasan dan terbukanya liberalisasi pada kebijakan bernegara, termasuk dalam bidang olahraga. Revolusi ini melonggarkan banyak pembatasan sebelumnya, memungkinkan kebebasan berkumpul yang lebih besar. Undang-Undang Perkumpulan tahun 1909 memberikan hak untuk mendirikan klub olahraga secara legal tanpa memerlukan izin pada pemerintah pusat terlebih dahulu.
Gerakan Turki Muda yang terhubung pada Komite Persatuan dan Kemajuan yang terkenal akan paham Politik Nasionalis-Modernis Turki memainkan peran penting dalam mendukung perkembangan sepak bola di Turki. Mereka memahami potensi sepak bola sebagai alat untuk membangkitkan semangat Nasionalisme Turki di tengah masyarakat Utsmaniyah.
Fenerbahçe, yang didirikan pada tahun 1907, awalnya menghadapi berbagai kesulitan. Namun, setelah revolusi konstitusi, klub ini mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh Komite Persatuan dan Kemajuan. Di bawah kepemimpinan Mustafa Elkatipzade, Fenerbahçe berhasil memenangkan Liga Istanbul sebanyak tiga kali antara tahun 1911 dan 1915.
Sementara itu, Altınordu Sports Club, yang didirikan dengan dukungan langsung dari Komite Persatuan dan Kemajuan, menjadi simbol keberhasilan nasionalisme Turki di bidang olahraga. Klub ini dua kali menjuarai liga pada musim 1916-1917 dan 1917-1918.
Api Perang Dunia, Perang Kemerdekaan dan Sang Attaturk
Tersandungnya Kekaisaran Ottoman dalam event akbar dalam Sejarah manusia yaitu Perang Balkan di tahun 1912-1913 dan Perang Dunia I di 1914-1918 berdampak besar pada semua aspek kehidupan di Kekaisaran Ottoman, termasuk olahraga. Banyak atlet dan penggemar olahraga yang dipanggil ke garis depan, menyebabkan penurunan aktivitas dan segala kompetisi olahraga yang terorganisir.
Meskipun menghadapi tantangan ini, pertandingan sepak bola tetap berlangsung secara sporadis, memberikan dorongan moral bagi tentara, relawan dan warga sipil. Sepak bola menjadi sarana pelarian dari kekacauan perang dan memberikan rasa normalitas di tengah kacaunya konflik yang berlangsung.
Pada skenario sejarahnya, Kekaisaran Ottoman atau Kekhalifahan Utsmaniyah tergolong pada Pihak yang Kalah di Perang Dunia I yaitu Pihak Aliansi bersamaan dengan Kekaisaran Jerman, Austria-Hungaria, Bulgaria. Pemerintahan Kekhalifahan punduk tunduk pada pendudukan oleh Negara Pemenang Perang Dunia I seperti Inggris, Prancis, Italia, dan lebih memalukannya Yunani dengan termaktubnya Perjanjian Sevres yang disepakati tahun 1920. Ketegangan dan perselisahan antara Pemerintahan Kekhalifahan dengan Gerakan Turki Muda yang berlangsung sebelum perang dan memuncak pada disepakatinya isi Perjanjian Sevres yang sangat merugikan Ottoman Turki oleh Pemerintah Kekhalifahan membuat para petinggi Gerakan Turki Muda memutuskan ikatan dari Kekhalifahan dan Membentuk Pemerintahnnya sendiri berpusat di Ankara, anatolia lengkap dengan Militernya. Mustafa Kemal Pasha yang disetujui sebagai Pemimpin Turki mengobarkan perang kemerdekaan dalam Mengusir Yunani dan Imperialisme Inggris, Prancis, dan sekutu lainnya dari Tanah Turki. Perang Kemerdekaan Turki yang berlangsung membuat Kompetisi Sepak Bola antar Klub redup yang mana Masyarakat lebih berfokus dalam memperjuangkan Perang.
Walaupun begitu, pada kenyataanya beberapa klub sepak bola di Istanbul, seperti Fenerbahçe, Galatasaray, dan Beşiktaş, memainkan peran penting dalam mengeskpresikan Perjuangan Perang Kemerdekaan Turki. Fenerbahçe, misalnya, dikenal karena perannya dalam mendukung gerakan nasionalis. Klub ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat olahraga, tetapi juga menjadi tempat berkumpulnya para aktivis dan simpatisan pergerakan kemerdekaan.
Fenerbahçe memiliki sejarah panjang dalam mendukung gerakan nasionalis selama Perang Kemerdekaan. Klub ini secara aktif memberikan bantuan logistik kepada pasukan kemerdekaan, termasuk pengumpulan dana dan pengiriman perbekalan ke Anatolia. Salah satu kisah yang terkenal adalah penggunaan pertandingan sepak bola sebagai kedok untuk mengumpulkan informasi intelijen.
Salah satu momen bersejarah dalam dunia sepak bola Turki selama periode ini adalah kemenangan Fenerbahçe atas tim militer Inggris. Dalam kompetisi “Harrington Cup” yang diadakan pemerintahan pendudukan militer Sekutu di Istanbul. Pertandingan ini tidak hanya memperlihatkan semangat juang rakyat Turki, tetapi juga menjadi simbol bahwa rakyat Turki tidak akan tunduk pada kekuatan asing.
Attaturk, Era Republik dan Warisannya pada Sepak Bola
Setelah diruntuhkannya Kekhalifahan Utsmaniyah dan berdirinya Republik Turki pada tahun 1923 di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal Atatürk, ada upaya besar-besaran untuk memodernisasi dan mensekularisasi negara. Olahraga, termasuk sepak bola, dianggap sebagai Tonggak utama vital proses modernisasi ini.
Di tahun yang sama, “Türkiye Futbol Federasyonu” atau Federasi Sepak Bola Turki didirikan dengan Yusuf Ziya Önis sebagai Presiden Pertama federasi yang merupakan Pendahulu dalam jajaran Manajemen Klub Altinordu yag terkenal dekat dengan Rezim Sekuler Mustafa Kemal.
Dengan Turki memiliki federasi sepak bolanya sendiri dan menjadi anggota FIFA, menandai terhitungnya negara ini ke dalam jajaran komunitas sepak bola internasional.
Pada awal era republik, pendidikan jasmani ditekankan, dan sepak bola diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional. Sekolah dan universitas mulai mendirikan tim mereka sendiri, dan olahraga ini menjadi bagian penting dari budaya anak muda. Pemerintah juga mendukung pembangunan stadion dan organisasi liga nasional, semakin memperkuat sepak bola dalam kehidupan masyarakat Turki.
Kompetisi “Türkiye Futbol Sampiyonasi” atau Kejuaraan Sepak Bola Turki di tahun 1924 adalah kompetisi sepak bola nasional pertama di Turki, yang mempertemukan juara-juara dari kompetisi lokal dan regional dari seluruh negeri. Turnamen ini menjadi dasar bagi liga dan kompetisi nasional di masa depan hingga Super Lig di masa kini.
Pada tahun 1937, Divisi Nasional (Millî Küme) didirikan sebagai liga nasional pertama, menampilkan klub-klub top dari Istanbul, Ankara, dan İzmir. Meskipun liga ini dihentikan pada tahun 1950, ia memainkan peran penting dalam perkembangan sepak bola Turki.
1950an dan UEFA
Pada tahun 1962, Federasi Sepak Bola Turki secara resmi menjadi anggota Union of European Football Associations (UEFA). Keputusan ini didasarkan pada beberapa faktor:
- Geopolitik: Turki melihat dirinya sebagai bagian dari dunia Barat setelah Perang Dunia II, terutama setelah menjadi anggota NATO pada 1952.
- Budaya Sepak Bola: Sistem liga dan organisasi sepak bola di Turki lebih dekat dengan model Eropa daripada Asia.
- Kompetisi: Turki memiliki ambisi untuk bersaing dengan negara-negara Eropa yang memiliki tradisi sepak bola kuat.
Dengan bergabungnya Turki ke UEFA, klub-klub Turki seperti Galatasaray, Fenerbahçe, dan Beşiktaş mulai berpartisipasi dalam kompetisi seperti Piala Champions Eropa atau Liga Champions UEFA.
Era pasca-Perang Dunia II membawa perubahan signifikan dalam sepak bola Turki. Pada tahun 1959, Liga Nasional Turki (Millî Lig) didirikan sebagai liga profesional nasional pertama, dengan klub-klub dari berbagai provinsi dan distrik.
Perang Dingin dan Klub Dinamo Mesken
Dinamo Mesken adalah sebuah klub sepak bola amatir dari Bursa, Turki, yang menjadi simbol keterkaitan antara olahraga dan ideologi politik pada akhir 1970-an. Klub ini awalnya bernama Ertuğrulgazi Gençlik ve Spor Kulübü, didirikan pada tahun 1971 oleh para pemuda di distrik Mesken. Nama "Dinamo Mesken" terinspirasi dari klub Soviet, Dinamo Kiev, setelah pertandingan melawan Bursaspor pada tahun 1975, di mana banyak pendukung Mesken secara terbuka mendukung tim dari Soviet tersebut.
Meskipun klub ini dikenal dengan julukan yang berkonotasi kiri, banyak pemain dan pengurusnya tidak memiliki afiliasi politik yang jelas. Namun, dalam iklim politik Turki yang sangat terpolarisasi saat itu, Dinamo Mesken menjadi sorotan. Pendukung lawan sering menuduh mereka sebagai komunis, yang meningkatkan ketegangan selama pertandingan. Pada tahun 1980, setelah kudeta militer Kenan Evren, klub ini ditutup dengan alasan bahwa namanya merupakan "serangan terbuka terhadap nilai-nilai nasional." Beberapa pemain dan pengurusnya ditangkap, disiksa, dan dihukum atas tuduhan yang diduga bermotif politik.
Kisah Dinamo Mesken adalah salah satu bagaimana sepak bola dapat menjadi cerminan rentannya dinamika sosial dan politik dalam olahraga yang digemari masyarakat. Di Turki, olahraga ini tidak hanya menjadi hiburan tetapi juga arena di mana identitas politik dan ideologis diekspresikan dan dipertaruhkan di era Perang Dingin yang mengglobal termasuk Turki
Era Modern dan Singa sepak bola Eropa
Pengembangan ini menandai awal era sepak bola profesional di Turki, yang mengarah pada peningkatan investasi, fasilitas pelatihan yang lebih baik, dan tingkat persaingan yang lebih tinggi. Liga ini kemudian berkembang menjadi Süper Lig, yang tetap menjadi kasta tertinggi sepak bola Turki.
Sepak bola Turki mencapai kesuksesan besar di panggung internasional. Penampilan tim nasional pada Piala Dunia FIFA 2002, di mana mereka meraih posisi ketiga, membawa pengakuan global. Selain itu, kemenangan Galatasaray di Piala UEFA dan Piala Super UEFA pada tahun 2000 menunjukkan potensi klub Turki dalam Menakluki Klub-klub Eropa.
Peran Politik di awal perintisan Sepak Bola Turki
Tidak dapat dielakkan bahwasannya Sepak bola tidak dapat dipisahkan dari dinamika Ideologi politik. Selama masa awal kemunculannya di Turki, sepak bola menjadi simbol perjuangan bangsa Turki melawan dominasi asing. Dengan sokongan dan campur tangan administrasi Gerakan Turki Muda melalui Komite Persatuan dan Kemajuan, klub-klub seperti Fenerbahçe, Altınordu dan lainnya berkembang pesat dan berperan penting dalam memupuk semangat nasionalisme di kalangan Masyarakat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H