Mohon tunggu...
Shephanny RahmaAndinie
Shephanny RahmaAndinie Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Raden Mas Said Surakarta Angkatan 2023

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tugas Membahas Tokoh Max Weber dan HLA Hart

30 Oktober 2024   06:00 Diperbarui: 30 Oktober 2024   06:03 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Teori Pemikiran Max Weber

1. Teori Rasionalisasi

Weber berpendapat bahwa perkembangan masyarakat Barat ditandai oleh proses rasionalisasi, yaitu pergeseran dari pola-pola tradisional menuju cara berpikir dan bertindak yang lebih terukur dan sistematis.

Dalam proses ini, manusia mulai menggunakan logika dan perhitungan dalam menjalankan kegiatan, baik dalam bidang ekonomi, hukum, birokrasi, hingga agama.

Rasionalisasi ini menghasilkan sistem yang lebih efisien, tetapi Weber juga mengingatkan tentang bahaya “kandang besi” (iron cage), di mana individu menjadi terperangkap dalam rutinitas dan aturan-aturan kaku yang menghambat kebebasan dan kreativitas.

2.Teori pertukaran sosial

Yakni mendefinisikan aktor sebagai individu dan kelompok yang berakibat pada pengembangan struktur dan ketergantungan timbal balik". 

Weber mengetahui bahwa tingkatan makro dan mikro akan memengaruhi tindakan indidu dalam melaksanakan sesuatu, dan hal ini melalui pendekatan pemahaman yang muncul secara kausal muncul dari masyarakat secara sosio-historis. 

Pendekatan ini melihat tahapan sebab-akibat yang membentuk suatu individu atau aktor sebagai kelompok atau sebagai tindakan sosial (social action).

3. Teori tindakan sosial Max Weber

Weber sebagai pengemuka dalam paradigma definisi sosial, secara definitif yang menafsirkan dan memahami konsep tindakan sosial antar hubungan sosial untuk sampai pada penjelasan kausal. Weber menganggap bahwa hubungan sosial dihubungakan dengan tujuan-tujuan manusia melakukan tindakan. Lima ciri pokok sasaran Max Weber di antaranya:

a. Tindakan manusia menurut aktor yang bersifat subjektif yang berupa Tindakan nyata.

b. Tindakan nyata bersifat membatin sepenuhnya

c. Tindakan meliputi pengaruh positif dari suatu situasi yang sengaja diulang

dan dalam bentuk persetujuan diam-diam

d. Tindakan itu diarahkan pada seseorang atau beberapa individu

e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain"

Weber dalam teori tindakan membedakan tindakan sosial dengan perilaku manusia ketika bertindak itu memberikan arti subjektif yang berorientasi pada tujuan dan harapan. Pada sosiologi Weber menyatakan bahwa tindakan merupakan suatu makna subjektif kepada perilaku yang terbuka dan tertutup yang bersifat subjektif mempertimbangkan perilaku orang lain. Hal ini memang diorientasikan. pada tindakan dan perilaku.

  • Teori Pemikiran HLA Hart

1. Aturan Primer dan Sekunder

Hart membagi hukum menjadi dua jenis aturan: aturan primer dan aturan sekunder. Aturan primer mengatur perilaku manusia secara langsung, seperti perintah atau larangan yang harus ditaati (misalnya, aturan yang melarang pencurian). 

Sementara itu, aturan sekunder adalah aturan yang mengatur cara aturan primer dibuat, diubah, atau ditegakkan (misalnya, aturan tentang bagaimana suatu undang-undang dapat diubah).

 Aturan sekunder ini sangat penting karena memberikan struktur dan legitimasi pada aturan primer. Hart menekankan tiga jenis aturan sekunder: aturan pengakuan (rule of recognition), aturan perubahan (rule of change), dan aturan pengadilan (rule of adjudication).

2. Aturan Pengakuan (Rule of Recognition)

Ini adalah aturan yang menentukan apa yang dianggap sah sebagai hukum di suatu sistem hukum. Aturan pengakuan menjadi tolok ukur untuk menilai apakah suatu aturan merupakan bagian dari sistem hukum. Aturan ini dijalankan dan diterima oleh pejabat atau otoritas dalam sistem hukum tersebut.

3. Konsep Kewajiban Hukum

Hart memandang hukum sebagai sistem aturan yang tidak hanya bersifat memaksa, tetapi juga diterima oleh masyarakat sebagai hal yang perlu dipatuhi. Dia menolak pandangan    hukum sebagai sekadar perintah dari penguasa, seperti yang dikemukakan dalam teori command theory oleh Austin.

  • Pendapat saya terhadap pemikiran Max Weber dan HLA Hart masa sekarang

Pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart diakui hingga saat ini, lebih khusus lagi karena kedua pemikir tersebut memberikan sudut pandang yang berbeda namun sama pentingnya dalam memahami hukum dan struktur sosial.

1. Pemikiran Mas Weber

Weber terkenal dengan teori legitimasi dan otoritasnya serta konsep birokrasi sebagai tipe organisasi yang ideal. Ia membuat tipologi otoritas dalam tiga kategori, yaitu tradisional, kharismatik, dan rasional-legal.

Relevansi saat ini: saat ini, tingkatan organisasi yang bersifat birokrasi dan rasionalitas yang legal sebagaimana yang dijelaskan oleh Weber masih menjadi fondasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan organisasi. 

Hampir seluruh negara modern menganut sistem birokrasi untuk melakukan pengaturan pemerintahan yang ditindaklanjuti dengan pengaturan yang tertulis dan prosedur yang harus dipatuhi. 

Birokrasi sering dianggap efektif namun juga dikritik karena terlalu kaku dan kurang memiliki ide-ide kreatif. Pemikiran Weber mengenai masalah otoritas juga cukup signifikan dalam studi politik modern di mana pertanyaan mengenai legitimasi pemerintah menjadi isu yang sangat dihargai baik dalam rezim demokratis maupun otoriter.

Otoritas dan legitimasi dalam kaitannya dengan negara yang juga dibicarakan oleh Weber juga relevan saat ini mengingat meningkatnya intoleransi masyarakat terhadap negara dan lembaga-lembaga publik.

2. Pemikiran H.L.A. Hart

Bagi positivisme, Hart menarik garis antara hukum dan moralitas. Usulannya tentang sistem aturan primer dan sekunder memberikan wawasan tentang pengaturan, penerapan, dan modifikasi hukum dalam masyarakat kontemporer.

Relevansi kontemporer: Dalam konteks saat ini, agak sulit untuk mengabaikan relevansi posisi Hart tentang ketergantungan hukum dari nilai-nilai moral terutama dalam sistem hukum yang melibatkan pluralitas dalam budaya dan keyakinan. Pandangan ini kondusif bagi terciptanya sistem hukum yang rasional, di mana hukum akan berlaku terlepas dari posisi moral atau agama seseorang.

Selain itu, aturan sekunder dalam terminologi Hart, misalnya aturan pengakuan menjadi relevan dalam memahami dinamika sistem hukum. Aturan pengakuan tersebut membantu dalam menentukan legitimasi pemberlakuan hukum baru atau amandemen hukum yang sudah ada. 

Sebagai contoh, dalam masyarakat modern yang sangat digerakkan oleh teknologi, aturan pengakuan membantu para pejabat dan masyarakat dalam menyelaraskan hukum dengan teknologi yang berlaku.

  • Analisis Pemikiran Max Weber dan HLA Hart dalam perkembangan hukum di Indonesia

Analisis perkembangan hukum di Indonesia dengan menggunakan pemikiran Max Weber dan H.L.A. Hart dapat memberikan pemahaman yang mendalam tentang bagaimana sistem hukum berkembang dan berfungsi dalam konteks sosial, budaya, dan politik Indonesia. 

Berikut adalah beberapa cara pendekatan Weber dan Hart dapat diaplikasikan:

a. Max Weber dan Rasionalisasi Hukum

Max Weber memandang hukum sebagai bagian dari proses rasionalisasi yang terjadi di masyarakat. Bagi Weber, hukum kontemporer haruslah masuk akal dan birokratis, yang berarti bahwa ketentuan-ketentuan hukum haruslah teratur, obyektif, dan bebas dari nilai-nilai individual atau subyektif penegak hukum. Weber membedakan empat tahap perkembangan hukum

Hukum Kharismatik: Hukum yang didasarkan pada kekuasaan yang diberikan kepada seorang pemimpin berdasarkan persona magnetik atau kekuatan magis yang dimilikinya: Hukum yang berlandaskan pada otoritas pemimpin yang di anggap kharismatik atau memiliki kekuatan mitos.

Hukum Tradisional: Hukum yang didasarkan pada kebiasaan atau praktik.

Hukum Hukum Rasional: Hukum yang diberlakukan berdasarkan akal sehat, pada waktunya, dan dengan cara yang teratur.

Hukum Material: Hukum yang berusaha mengintegrasikan beberapa etika atau kepercayaan ke dalam konstitusi.

Dalam konteks Indonesia, perkembangan hukum menunjukkan adanya transisi dari fase tradisional yang didasarkan pada hukum adat, ke sejarah yang rasional dan formal karena sistem hukum barat yang lebih rumit dari sebelumnya diperkenalkan selama penjajahan Belanda. 

Namun, integrasi tersebut terbukti agak sulit bagi Indonesia dalam praktiknya, terutama mengenai hukum adat, hukum agama dan hukum negara. 

Hukum di Indonesia tampaknya berada di persimpangan antara konsep hukum rasional dan apa yang dapat digambarkan sebagai 'hukum dalam tindakan', di mana rasionalitas murni menggunakan nilai-nilai moral dan lokal.

b. HLA Hart dan Aturan Primer dan sekunder

Pemikiran H.L.A. Hart tentang aturan primer dan sekunder membantu mengklarifikasi struktur hukum di Indonesia. 

Dengan memahami aturan primer sebagai panduan langsung bagi perilaku masyarakat, dan aturan sekunder sebagai instrumen untuk mengatur prosedur pembentukan dan pengawasan hukum, konsep Hart memberikan kerangka yang bermanfaat untuk memahami dinamika hukum di Indonesia. Pada dasarnya, konsep ini menggarisbawahi pentingnya aturan sekunder dalam memastikan stabilitas dan keabsahan hukum yang berlaku. 

Dalam konteks Indonesia, penerapan aturan sekunder secara efektif melalui lembaga peradilan dan proses legislatif yang efisien sangat penting untuk mencapai keadilan hukum yang diharapkan masyarakat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun