Mohon tunggu...
Shanti Agustiani
Shanti Agustiani Mohon Tunggu... Guru - Konselor, Penulis

Hobi saya membaca, menulis, traveling dan menyanyi. Just ordinary woman, mencintai seni dan anak-anak, setia pada kejujuran dan keindahan, berusaha selaras dengan alam dan tujuan penciptaan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Payung Merah Mayleen

10 Mei 2023   10:05 Diperbarui: 13 Mei 2023   00:15 489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak ada yang tahu sampai Kepala Dusun memerintahkan beberapa penduduk berkeliling memeriksa keadaaan dusun di malam hari karena ternak mereka ada yang dicuri.

“Apa-apaan ini, beraninya kamu ke sini?” tanya salah satu petugas ronda yang mengejutkan tawa dan canda Rakai Rajita dengan Mayleen.

“Tolong Paman, jangan ganggu dia. Rakai sahabatku.” pinta Mayleen terkesiap dan menghalangi petugas yang hendak memukul Rakai Rajita.

“Mayleen, kamu jangan ikut campur. Ibunya membunuh bayi-bayi dan menantu kepala dusun. Kamu mau membela anak pembunuh?”

“Berapa bayi yang ia selamatkan dan masih sehat sampai saat ini? Berapa ibu yang ia tolong dan baik-baik saja sehingga kini?” Mayleen menyelidik dengan suara meninggi.

“Ratusan, bahkan istrimu menggenapi keberhasilannya sebagai paraji!” Rakai Rajita menimpali.

“Tapi menantu kepala dusun meninggal setelah dibawa ke praktik ibunya.”

“Lantas kalian semua mengira ia pembunuh? Coba cek ke rumah sakit ternama, adakah pasien meninggal dunia di sana? Jika kau menemukan maka saya yakin petugas kesehatan itu hanya manusia biasa. Ibu paraji juga. Ia bahkan tak memiliki alat yang memadai mengatasi pendarahan dan keguguran, teganya kalian menuduhnya sengaja membunuh bayi dan ibu hamil. Sementara jasanya selama ini tak terhitung lagi!”

Terkejutlah para petugas ronda dan beberapa penduduk yang terbangun oleh keributan di malam hari. Selama ini para penduduk dusun hanya mendengar tutur halus Mayleen, tak pernah ia berbicara sekeras ini demi membela dukun paraji dan Rakai Rajita.

Rakai Rajita akhirnya mengalah, ia meminta Mayleen diam dan tak membantah lagi.

“Baik. Aku akan melangkah pergi dengan senang hati. Tak perlu kalian repot-repot berdebat dan menghina ibuku.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun